1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Tren Perebutan Tenaga Kerja Asing di Jerman

Arnd Riekmann13 Juli 2011

Angka pengangguran di Jerman kembali di bawah 3 juta dalam 19 tahun. Banyak perusahaan membuka lapangan kerja, bahkan Jerman terancam kehabisan tenaga kerja ahli. Pemerintah Jerman kini mengandalkan tenaga kerja asing.

https://p.dw.com/p/11tsn
Foto: Fotolia/Thomas Graf

Bagaimana caranya sebuah perusahaan dapat mengamankan daya saing di masa mendatang? Pimpinan grup asuransi Allianz, Michael Diekmann, dengan sigap memberi jawaban atas tantangan global untuk menggaet tenaga kerja ahli. "Lini atas manajemen harus berkemampuan sangat global dan lincah. Banyak perusahaan dan negara berusaha menarik yang terbaik dan terpintar. Jika Eropa dan Jerman ingin bersaing, harus lebih banyak lagi tempat berbisnis yang baik. Mereka harus menarik dan mempertahankan orang-orang berbakat yang bisa membantu mereka mencapai tujuan strategis."

Cara jitu menggaet tenaga kerja asing

Diekmann bukan hanya pimpinan grup Allianz, namun juga ketua dewan Sekolah Manajemen dan Teknologi Eropa ESMT. Sekolah bisnis yang didirikan di jantung kota Berlin pada tahun 2002 oleh perusahaan-perusahaan top Jerman, dimaksudkan untuk menarik talenta manajer-manajer muda dari seluruh penjuru dunia ke Jerman. Di sekolah tersebut, mereka mendapat sentuhan terakhir sebelum terjun ke bursa kerja. Tentunya dengan harapan, sejumlah lulusan ESMT pada akhirnya memilih bekerja di perusahaan Jerman. "Menjadi lebih penting jika menghadapi latar belakang demografi yang kami hadapi di Eropa, dan terutama di Jerman. Kolam bakat akan terus menyusut dalam beberapa dekade mendatang, dan tentunya mendorong lomba untuk mencari bakat-bakat terbaik," tukas Diekmann.

Gedung European School of Management and Technology, ESMT, di Berlin
Gedung European School of Management and Technology, ESMT, di BerlinFoto: ESMT

Profesional muda, berbakat dan terlatih boleh berbangga. Mereka semakin diincar. Monika Hamori, seorang profesor dari Sekolah Bisnis IE di Madrid menemukan dalam sebuah studi bahwa profesional muda kini berkuasa penuh atas pilihan karir mereka. Hamori mewawancarai 1300 eksekutif muda dari perusahaan-perusahaan besar di Jerman. Mereka rata-rata berusia 30 tahun, sangat terlatih dan memiliki cara pandang global. Hamori mengaku terkejut dengan hasil studinya, "Kaum profesional Jerman yang baru memulai karir berpindah-pindah perusahaan. Rata-rata mereka menghabiskan 26 bulan dengan satu perusahaan, sedikit melewati 2 tahun, yang menurut saya tidak cukup untuk memberi kontribusi yang berarti bagi perusahaan."

Tenaga kerja ahli gemar pindah kerja

Namun bagi jenjang karir, ternyata berpindah-pindah kerja cukup membantu. Hamori menemukan bahwa perpindahan kerja hampir pasti berbuah imbalan seperti kenaikan jabatan dan juga gaji yang lebih besar. Fenomena ini menurutnya relatif baru. "Ini mewakili perubahan yang cukup besar, dari bahkan satu dekade lalu saat kebanyakan riset menemukan bahwa kaum profesional mendapat imbalan terbesar seperti promosi dan peluang jika loyal pada perusahaan. Bahkan saya meriset para CEO yang rata-rata berusia 55 tahun, dan pada generasi itu loyalitas masih diganjar imbalan dengan jenjang karir yang lebih cepat menuju jabatan penting," jelas Hamori.

Saat ini para profesional muda yang dicari-cari perusahaan sebenarnya selalu dalam pencarian untuk pekerjaan baru. Empat puluh persen responden survei Hamori yang adalah manajer-manajer muda, mengaku secara aktif mencari pekerjaan baru sedikitnya dua kali dalam setahun. Hanya 5 persen responden yang tidak memiliki ambisi untuk pindah kerja. Dari sudut pandang perusahaan, ini bukanlah kabar baik. Sebaliknya, sebuah perusahaan harus menciptakan ide-ide baru untuk masa depan, atau bahkan berpikir ulang mengenai penyediaan tenaga kerja ahli. Seperti diungkapkan profesor Charles O'Reilly dari Sekolah Bisnis Stanford, "Perusahaan akan menghadapi tekanan yang lebih besar untuk menemukan bakat. Ironisnya, mereka mungkin sudah memiliki bakat di dalam perusahaan, dan jika mereka dapat mengembangkan bakat itu, mereka tidak perlu ikut berlomba mencari bakat-bakat terbaik."

Perusahaan harus mengembangkan bakat pekerja

Jumlah gaji pertahun tentu menjadi faktor penting. Namun sebenarnya seorang pekerja lebih mempertimbangkan faktor bahagia tidaknya bekerja untuk suatu perusahaan. Itu justru yang lebih menentukan bertahan tidaknya seorang pekerja. "Orang ingin kerja untuk lebih dari sekedar uang. Perusahaan yang sukses dalam mendesain sistem yang lebih melibatkan pekerja, akan lebih berhasil dalam mempertahankan pekerja yang merasa lebih terikat dengan perusahaan. Perusahaan-perusahaan seperti inilah yang mengembangkan bakat. Bukan hanya menyewa bakat, namun benar-benar mengembangkan bakat. Mereka lah yang akan menang dalam lomba mengejar bakat-bakat terbaik," tegasnya.

O'Reilly menawarkan panduan yang mudah bagi perusahaan. Setiap perusahaan cukup menjawab pertanyaan berikut, mengapa pekerja saya harus bersemangat di pagi hari untuk datang dan bekerja untuk saya?

Sabine Kinkartz/Carissa Paramita

Editor: Renata Permadi