1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Turis dan Pebisnis Kini Sasaran Aksi Teroris

4 Juli 2016

Rangkaian serangan teror di akhir Ramadan, mulai dari Istanbul, Bagdad, Dhaka dan Jeddah menunjukkan peta teroris yang masih eksis di banyak negara. Setelah turis kini pelaku bisnis yang jadi sasaran teroris.

https://p.dw.com/p/1JId3
Bangladesch Anschlag Schießerei in Dhaka
Foto: picture-alliance/AA/Z. H. Chowdhury

Sejumlah harian Eropa menyoroti dengan kritis rangkaian aksi teror yang membunuh ratusan orang tidak berdosa, mulai dari serangan bom bunuh diri di bandara Ataturk Istanbul, serangan bom di Bagdad dan serangan terhadap pebisnis di sebuah cafe di Dhaka. Kini teroris bukan hanya menyasar turis tapi juga pebisnis.

Harian Austria Der Standard yang terbit di Wina dalam tajuknya berkomentar: Sebelumnya memang sudah dikhawatirkan, akhir bulan Ramadan akan jadi hari-hari yang berdarah-darah. Hal ini mengungatkan kita, berapa banyak negara pada Inilah peta aksi teror global yang masih membuka peluang bagi terjadinya aksi semacam itu. Teori bahwa negara Muslim di kawasan Asia timur dan tenggara kebal terhadap radikalisme, sudah lama terbantahkan. Di ibukta Bangladesh, Dhaka, sebuah cafe diserbu dan warga non-Muslim secara terarah dibantai. Tapi juga harus diingat, kebencian semacam itu yang muncul di negara berkembang, dimana kelompok ekstrimis mendapat lahan untuk tumbuh subur, adalah sebuah produk dari ketidak adilan global. Sulit untuk berbohong menyangkut realita ini.

Harian Swiss Tages-Anzeiger lebih menyoroti aksi teror di ibukota Irak, Bagdad yang menewaskan ratusan orang. Harian yang terbit di Zürich ini dalam tajuknya berkomentar:Para elit politik yang korup di Bagdad membantu aksi teror Islamic State-ISIS. kenyataan menunjukkan Al Qaida dan Islamic State (ISIS) di Irak tidak bisa ditundukkan oleh invasi Amerika. Para jihadis bersabar cukup lama di bawah tanah, hingga serdadu Amerika ditarik dan kaum Syiah yang didukung Iran mendominasi, serta melumpuhkan pemerintahan kaum Sunni. Kini lahan di Irak matang untuk ofensif gerilya teror. ISIS berusaha mencegah stabilisasi Irak, yang sejak bertahun-tahun dipimpin elit politik yang korup dan tidak becus. ISIS juga kerap menunjukkan fleksibiltasnya. Mereka menunggu, hingga parta-partai politik di Bagdad cakar-cakaran dan saling blokir, berebut kekuasaan dan jabatan basah, bukannya berusaha mempersatukan negara. Kali inipun aksi teror IS berhasil menebar instabilitas.

Harian Jerman Schwäbische Zeitung menulis komentar menyoroti serangan teror di Istanbul, Dhaka dan Bagdad. Dalam tajuknya harian regional Jerman ini menulis: Frekuensi tinggi aksi kekerasan berdarah yang melanda berbagai negara, membuat masyarakat barat sulit menunjukkan solidaritas dukacita publik. Ini sebabnya tidak ada istilah "Je Suis Istanbul" atau aksi solidaritas semacam itu. Terbukti, tidak ada yang bersedia menghabiskan waktunya untuk meratapi kesedihan yang melanda terus menerus. Tapi tentu saja kengerian yang ditunjukkan aksi teror di Istanbul, Dhaka atau Bagdad tidak boleh hanya ditanggapi dengan angkat bahu. Sebab terorisme global akan menyasar semua orang.

Sementara harian terkemuka Jerman Süddeutsche Zeitung menulis tajuk menyoroti serangan di Dhaka Bangladesh. Harian yang terbit di München ini berkomentar: Teror kaum Islamis radikal kini menunjukkan kebrutalannya tidak hanya di kawasan tujuan wisata. Muncul ancaman serangan teror terhadap perwakilan atau pelaku bisnis di luar negeri. Di banyak negara makin kentara, bahwa petugas keamanannya juga kewalahan melindungi keamanan warganya. Bangladesh bukan kasus satu-satunya. Bagi dunia bisnis dan globalisasi, aksi kekerasan berdarah yang sulit dikalkulasi adalah racun yang melumpuhkan motor penggerak ekonomi.

as/vlz(dpa,afp)