1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Angela Merkel Sebut Pemblokiran Twitter Trump 'Bermasalah'

12 Januari 2021

Kanselir Jerman Angela Merkel mengatakan meskipun langkah Twitter tepat untuk melabeli cuitan Trump yang tak akurat, tetapi langkah memblokir akunnya secara permanen menimbulkan kekhawatiran tentang kebebasan berbicara.

https://p.dw.com/p/3no6w
Kanselir Jerman Angela Merkel
Kanselir Jerman Angela MerkelFoto: Rainer Keuenhof/Getty Images

Melalui juru bicaranya, Kanselir Jerman Angela Merkel pada hari Senin (11/01) menyatakan kekhawatirannya terhadap langkah Twitter yang secara permanen memblokir akun Presiden AS Donald Trump.

Juru bicara Merkel, Steffen Seibert mengatakan kepada awak media di Berlin bahwa kanselir menganggap pemblokiran itu "problematik."

"Hak atas kebebasan berpendapat sangat penting," kata juru bicara Merkel.

"Mengingat itu, kanselir menganggap bahwa pemblokiran akun presiden (Trump) secara permanen adalah hal yang problematik."

Kanselir setuju dengan langkah Twitter menandai cuitan Trump yang tidak akurat, kata Seibert. Namun, pembatasan apapun terhadap kebebasan berekspresi harus diputuskan oleh hukum dan bukan oleh perusahaan swasta.

Raksasa media sosial Twitter dan Facebook memblokir akun Trump secara permanen setelah kerusuhan mematikan di Gedung Capitol AS, Rabu (06/01) pekan lalu. Lima orang tewas dalam kerusuhan tersebut.

Twitter mengklaim bahwa alasan mereka memblokir akun Trump dikarenakan cuitan presiden AS itu dapat memicu lebih banyak kekerasan.

Khawatir atas dampak pemblokiran akun

Meskipun jajak pendapat di Jerman telah menunjukkan dukungan luas dari publik Jerman atas langkah Twitter menangguhkan akun Trump, beberapa politisi dan pejabat di Eropa tetap tidak setuju.

"(Larangan Twitter) bermasalah karena kami harus bertanya atas dasar apa, undang-undang apa, dan apa artinya bagi tindakan platform media sosial di masa mendatang?" ujar Jens Zimmermann, seorang anggota parlemen dari Partai Sosial Demokrat kepada DW.

"Kita berbicara tentang kepala negara sebuah negara demokratis. Jelas Donald Trump tidak terlalu populer di Jerman. Namun demikian, ini bisa terjadi pada orang lain yang memenangkan pemilihan,'' tambahnya.

Zimmermann, yang merupakan anggota Komite Parlemen Jerman untuk Agenda Digital, menyatakan bahwa menjadi masalah ketika satu orang, CEO sebuah perusahaan, menghentikan seorang pemimpin negara untuk berkomunikasi dengan jutaan orang.

"Kita perlu membuat regulasi. Dan kita perlu berhati-hati tentang kekuatan apa yang dimiliki platform ini. Saya pikir tidak mengherankan jika Twitter menemukan solusi itu, dengan sisa 12 hari sampaiDonald Trump meninggalkan kantor (Gedung Putih). Dan hal yang sama berlaku untuk Facebook," kata Zimmermann.

Kekhawatiran Jerman dan negara-negara Eropa semakin meningkat terkait kekuatan perusahaan media sosial untuk menggiring opini publik.

rap/pkp (dpa, Reuters)