1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Kesehatan

Dokter Jerman Tetapkan Pedoman Hidup atau Mati Pasien Corona

Natalie Muller
27 Maret 2020

Pandemi COVID-19 dapat mengakibatkan kurangnya tempat perawatan intensif di seluruh dunia. Hal tersebut mendorong dokter di Jerman membuat pedoman prioritas perawatan.

https://p.dw.com/p/3a6uJ
Italien | Coronavirus:  Intensivstation des Krankenhauses von Brescia
Foto: picture-alliance/dpa/AP/LaPresse/C. Furlan

Asosiasi dokter Jerman telah menyetujui serangkaian pedoman etika untuk membantu membuat keputusan hidup atau mati ketika merawat pasien yang terinfeksi virus corona.

"Jika kita berada dalam situasi sulit, yakni menentukan pasien mana yang harus diprioritaskan, maka kita harus siap untuk itu," ujar Uwe Janssens, Presiden Asosiasi Interdisipliner Jerman untuk Perawatan Intensif dan Kedokteran Darurat (DIVI), saat konferensi pers di Berlin pada Kamis (26/3).

Pandemi COVID-19 telah membuat sistem kesehatan di banyak negara tidak mampu mengatasi banyaknya jumlah pasien yang membutuhkan tempat perawatan intensif dan alat bantu pernapasan.

Di Italia dan Spanyol, sumber daya tenaga medis yang terbatas pada akhirnya memaksa para dokter untuk memutuskan pasien mana yang harus mendapatkan perawatan terlebih dahulu. Para ahli memprediksi para pekerja medis di Jerman akan menghadapi situasi yang sama.

Siapa yang mendapat prioritas?

Janssens menekankan bahwa keputusan tentang siapa yang mendapatkan prioritas perawatan harus dapat dibenarkan dan adil secara medis. Transparansi dan mendapat kepercayaan dari masyarakat juga sangat penting, katanya kepada wartawan.

Berdasarkan rekomendasi tentang penanganan COVID-19, yang telah diadopsi oleh tujuh asosiasi medis Jerman, faktor utama pedoman tindakan dokter adalah dengan melihat peluang kesembuhan seorang pasien yang dirawat secara intensif. Sebuah tim yang terdiri dari tiga ahli dengan latar belakang medis yang berbeda harus membuat keputusan akhir ‘hidup atau matinya‘ seorang pasien, menurut rekomendasi tersebut.

Seberapa parah pasien tersebut terinfeksi virus corona, bagaimana riwayat penyakit bawaannya, dan kehendak pasien harus menjadi pertimbangan, seperti yang tertuang dalam dokumen itu, tidak boleh dilihat dari usia dan status sosial.

Usia tidak termasuk kriteria

"Kami tegas menentang 'usia' sebagai kriteria dan ingin melanjutkan proses perawatan dengan cara yang sangat hati-hati,“ kata Janssens.

Dokumen itu merinci bahwa ketentuan prioritas itu tidak berlaku bagi pasien yang sekarat atau jika satu-satunya kesepatan untuk bertahan hidup adalah dirawat permanen di ICU.

Dokumen itu disebut menimbulkan "tantangan emosional dan moral yang sangat besar bagi tim perawatan," namun di sisi lain menjadi pedoman jelas untuk tim medis bertindak tepat, dan pada saat yang sama juga memperkuat kemampuan manajemen krisis rumah sakit. (dpa, KNA, epd) ha/pkp