1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Berhenti dari Dunia Akademis, Ilmuwan Ini Menjadi Aktivis

Ellie Broughton
13 Desember 2019

Kekecewaan terhadap pembuat kebijakan mendorong sejumlah akademisi untuk mengambil jalan yang berbeda dalam mengatasi perubahan iklim. DW berbicara kepada mereka untuk mencari tahu mengapa akhirnya menjadi aktivis.

https://p.dw.com/p/3Uh4u
BG Waldbrände in Kalifornien
Foto: picture-alliance/dpa/AP/San Jose Mercury News/J. Carlos Fajardo

Kebanyakan orang mempunyai pilihan untuk beralih dari pemberitaan media yang mengerikan tentang bagaimana perubahan iklim mempengaruhi bumi. Hal ini tidak mudah bagi ilmuwan dan akademisi lingkungan yang menghabiskan hari-hari mereka meneliti konsekuensi perubahan iklim.

Dalam sebuah surat yang diterbitkan majalah Science pada Oktober 2019, ahli biologi Andy Radford, Stephen Simpson, dan Tim Gordon mengatakan perubahan iklim memicu rasa duka mendalam bagi orang-orang yang memiliki ikatan emosional terhadap planet ini.

Mereka memperdebatkan bahwa lembaga-lembaga ini perlu mengadaptasi cara-cara tentang "perawatan kesehatan, bantuan bencana, penegakan hukum dan militer" untuk para ilmuwan lingkungan, sehingga mereka mampu mengelola "tekanan emosional" mereka.

Setelah surat itu terpublikasi, sejumlah kolega menghubungi Radford, seorang profesor di Universitas Bristol, untuk mengekspresikan pandangan mereka terhadap isi surat tersebut.

Merasa frustasi akibat adanya 'pemisah' antara sains dan kebijakan iklim, dan munculnya harapan setelah meluasnya protes iklim global pada tahun lalu, ini jawaban tiga orang yang beralih dari akademisi menjadi aktivis, kepada DW.

Dr Wolfgang Knorr: 'Kami tahu jauh lebih sedikit dari yang kami pikir'

Global Ideas Wolfgang Knorr
Dr Wolfgang Knorr berharap bisa menerapkan keterampilannya dalam bidang sains dengan cara yang lainFoto: Elisabeth Kreitmeier

Dr Wolfgang Knorr, 53 tahun, seorang peneliti geografi fisik dan ilmu ekosistem serta peneliti utama (BECC) di Lund University, Swedia mengundurkan diri pada September 2019, setelah 27 tahun berkarier dalam dunia akademisi. Knorr percaya keterampilannya bisa diterapkan lebih baik lagi sebagai seorang aktivis, meskipun ia belum yakin bagaimana bentuknya.

"Ketertarikan saya pada sains selalu bersifat emosional. Tetapi dalam sains, semua tentang menjaga emosi karena pada dasarnya mereka tidak diinginkan. Pada level emosional, saya memiliki perasaan yang kuat bahwa ada risiko besar di luar sana dan kita tahu jauh lebih sedikit daripada yang kita pikirkan. Pada 2005, saya bergabung dengan Dewan Riset Lingkungan Alam Inggris. Setiap hari saya duduk dalam rapat, berdebat skema energi baru terbarukan dan lainnya. Di kereta saat perjalanan pulang, Anda membaca koran tentang perubahan iklim, tetapi halaman berikutnya adalah berita ekonomi tentang ekspansi dan pertumbuhan produk domestik bruto. Pada saat itu menjadi jelas bagi saya bahwa ada dikotomi antara pekerjaan dan apa yang terjadi di seluruh dunia. Perasaan itu terus berlanjut hingga belakangan ini, sampai para pemuda melakukan aksi unjuk rasa. Ada perubahan nyata dalam persepsi publik akibat protes ini. Saya akan mengatakan, sebagai ilmuwan iklim, kita mengikuti jejak para pengunjuk rasa ini dengan cara yang sama sehingga saya menyadari bahwa saya memiliki potensi untuk menjadi advokat. Saya mendapat perspektif baru tentang apa yang bisa saya lakukan dengan keterampilan ini. Saya berharap kemampuan sebagai seorang ilmuwan dapat bermanfaat untuk mereka".

Baca Juga: Indonesia Rugi Lebih dari Rp 72 Triliun Akibat Kebakaran Hutan Tahun 2019

Jess Spear: 'Saya benar-benar kehilangan semangat'

Global Ideas Jess Spear
Jess Spear meninggalkan dunia akademisi untuk menjadi aktivisFoto: Leanne Fay

Jess Spear, 38 tahun, seorang ilmuwan, pendidik, dan aktivis sosialis, RISE, Dublin.

Spear meninggalkan dunia kampus pada 2013 untuk lanjut berkampanye di kota Seattle, Amerika Serikat. Kemudian ia pindah ke Dublin, Irlandia pada 2017 dan bekerja untuk kelompok sayap kiri baru yang disebut Radical Internationalist Socialist Environmentalist (RISE).

"Saya bekerja di US Geological Survey. Jauh lebih mudah menjadi ilmuwan yang bekerja sebagai pegawai negeri daripada di kampus. Tidak terlalu memuaskan dan sebenarnya tidak menghasilkan apa yang diinginkan. Pada awal 2011 saya benar-benar kehilangan moral tentang gerakan untuk perubahan iklim. Tampaknya tidak banyak orang yang peduli tentang hal itu. Melihat kenaikan emisi terus-menerus dan kegagalan pemerintah menanganinya, itu seperti menyaksikan kereta yang hendak meluncur dari tebing dengan gerakan lambat. Anda tahu apa yang akan terjadi. Anda merasa tidak berdaya untuk melakukan apa pun jika sendiri. Pada 2013 ketika saya mulai menjadi aktivis, saya ingat berdiri di dapur menonton video Occupy Wall Street. Momen tersebut mengubah hidup saya, beralih dari mencari solusi hingga fokus di komunitas."

Baca Juga: Perubahan Iklim Telah Menjadi Masalah Kesehatan Darurat

Mathieu Munsch: 'Apa yang saya lakukan sekarang jauh lebih bermakna'

Global Ideas Mathieu Musch
Mathieu Munsch (kanan) bersama teman-temannya membangun rumah yang ramah lingkunganFoto: Mathieu Musch

Mathieu Munsch, 30 tahun, seorang kontraktor, pengajar, dan aktivis di Prancis.

Munsch keluar dari PhD di Strathclyde University, Skotlandia pada September 2018. Ia saat ini tengah membangun rumah yang ramah lingkungan di sebuah pedesaan di Prancis dan aktif terlibat dalam politik lokal. Pada tahun pertama, ia masih memiliki keyakinan bahwa yang dilakukannya adalah hal yang benar. Menurutnya, memiliki karier yang bagus dengan dana pensiun yang jelas memerlukan sistem ekonomi yang terus bergulir sehingga mendorong perubahan iklim yang luar biasa. Kesadaran itu yang membuat Munsch keluar dari apa yang diyakininya.

Sejak saat itu, banyak orang yang menghubunginya melalui Twitter, menceritakan pengalaman yang sama dan merasa hidupnya kini jauh lebih bermakna.

Wawancara-wawancara ini telah diedit untuk kenyamanan pembaca. ha/pkp