1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Sosial

CEO Merck, Belen Garijo Sukses Menduduki Posisi Puncak DAX

Timothy Rooks
5 Mei 2021

Belen Garijo, CEO baru perusahaan farmasi dan kimia Jerman, Merck, merupakan perempuan kedua yang mencapai puncak DAX. Keberhasilannya itu menjadi contoh langka seorang perempuan yang sukses merajai dunia bisnis Jerman.

https://p.dw.com/p/3sx0M
Belen Garijo
CEO baru Merck, Belen Garijo menjadi satu-satunya perempuan yang mengepalai perusahaan DAX seorang diriFoto: Bernd Hartung/Merck/picture-alliance/dpa

Di tengah perdebatan global mengenai keadilan sosial, hak-hak perempuan, dan kuota perempuan yang mengisi jabatan di perusahaan, Belen Garijo sukses menduduki posisi puncak perusahaan farmasi dan kimia Jerman, Merck.

Sejak awal Mei, Garijo menjabat sebagai CEO sekaligus Ketua Dewan Eksekutif, menjadikannya perempuan pertama yang memimpin salah satu dari 30 perusahaan besar di Jerman, yang dikenal sebagai DAX.

Sejauh ini, satu-satunya perempuan lain yang mencapai puncak perusahaan DAX adalah Jennifer Morgan. Mulai Oktober 2019, Morgan menjabat co-CEO perusahaan perangkat lunak SAP bersama dengan Christian Klein. Namun, dia tidak lama menjabat dan mundur pada April 2020.

Bagi Garijo, menjadi satu-satunya CEO perempuan pertama di perusahaan DAX membawa tekanan dan pengawasan ekstra tersendiri, "karena dia juga tahu, tentu saja, kesuksesannya akan diukur dengan apakah perempuan mampu menjadi CEO," kata Monika Schnitzer, seorang ekonom di Universitas Ludwig Maximilian di Munich dan Anggota Dewan Ahli Ekonomi Jerman.

Jennifer Morgan
Jennifer Morgan adalah co-CEO perusahaan perangkat lunak Jerman SAP yang hanya menjabat selama enam bulanFoto: Imago Images/Sven Simon

Apakah Jerman terlalu tradisional?

"Jerman memang salah satu negara yang memiliki pemahaman tradisional tentang peran," kata Schnitzer.

Menurut Schnitzer, sistem pajak yang berpihak pada pasangan yang sudah menikah, setengah hari sekolah, dan sistem pengasuhan anak yang tidak berkembang dengan baik, semuanya mengindikasikan bahwa pasangan kerap kali memilih pembagian peran yang lebih tradisional, di mana perempuan diharuskan bekerja paruh waktu setelah mereka memiliki anak. Akibatnya, perusahaan Jerman masih enggan menempatkan perempuan dalam struktural perusahaan.

Hal ini menyebabkan kesenjangan upah gender yang besar dan jumlah eksekutif perempuan di sebagian perusahaan Jerman jauh lebih sedikit dibanding pria. Pada Maret lalu, Kantor Statistik Federal merilis data yang menunjukkan bahwa kesenjangan gaji berdasarkan gender sedikit menyempit dalam beberapa tahun terakhir. Meski demikian, penghasilan perempuan di Jerman rata-rata 20% lebih rendah dibandingkan pria pada 2019.

Perusahaan dengan sejarah panjang

Berbeda dengan Merck & Co. yang berbasis di New Jersey, Amerika Serikat - perusahaan lain yang tidak terafiliasi - Merck KGaA Jerman adalah perusahaan multinasional yang memiliki 57.000 karyawan di 66 negara. Penjualan bersih tahun 2020 mencapai € 17,5 miliar (Rp 303 triliun).

Keseharian bisnis Merck di tengah pandemi adalah dengan membuat lipid yang digunakan oleh perusahaan lain untuk memproduksi vaksin. Dengan meningkatkan produksinya, saat ini Merck dapat memasok lipid ke lebih dari 50 pengembang vaksin virus corona di seluruh dunia, seperti BioNTech.

Kesetaraan gender di Jerman

Pada 2015, parlemen Jerman mengesahkan undang-undang yang mewajibkan kuota 30% untuk perempuan menduduki posisi di dewan pengawas perusahaan yang terdaftar.

Kemudian pada Januari lalu, Kabinet Jerman ingin mengubah undang-undang untuk memaksakan lebih banyak upaya menyeimbangkan kesetaraan gender di dewan eksekutif perusahaan.

Jika disetujui, undang-undang tersebut akan mewajibkan emiten untuk menunjuk satu perempuan dari empat anggota dewan. Hukum semacam itu tidak hanya bersifat simbolis. "Mereka memiliki arti. Mereka mengatur nada dan norma," kata Stefanie Lohaus, Direktur Akademi Eropa untuk Kepemimpinan Perempuan, kepada DW.

"Perempuan belum cukup dipromosikan di masa lalu dan belum diberi kesempatan yang cukup untuk berkembang menjadi posisi manajemen seperti itu," tambahnya.

Garijo bisa menjadi studi kasus untuk membuktikan hal ini karena sebagian besar pendakian eksekutifnya tidak dilakukan di Jerman, tetapi di negara lain seperti Prancis dan Spanyol.

Jalan panjang menuju puncak

Belen Garijo yang kelahiran Spanyol, memulai karirnya sebagai dokter sebelum mendalami industri farmasi. Dia bekerja untuk Abbott, Rhone-Poulenc Rorer, dan Sanofi-Aventis sebelum berkarier di Merck pada 2011.

Di Merck, Garijo bekerja di bisnis biofarma dan kemudian mengambil alih unit perawatan kesehatan. Selain bekerja di Merck, dia juga menduduki posisi dewan direksi perusahaan kosmetik L'Oreal dan bank Spanyol BBVA.

Garijo mengisi banyak peran eksekutif pada saat yang bersamaan.

Ekonom Monika Schnitzer melihat perlunya kuota untuk memasukkan lebih banyak perempuan ke posisi eksekutif. "Selama bertahun-tahun, pembuat kebijakan mengandalkan komitmen sukarela dari perusahaan dan meminta mereka untuk menetapkan target sendiri." (ha/pkp)