1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Cina Bidik Sekolah Hong Kong Propagandakan UU Antisubversi

15 April 2021

Cina merayakan Hari Pendidikan Keamanan Nasional pertama buat membetoni kedaulatannya di Hong Kong. Mulai tahun ini, murid sekolah akan menjalani indoktrinasi perihal tindakan subversi, separatisme dan terorisme.

https://p.dw.com/p/3s2wD
Seorang murid sekolah dalam aksi demonstrasi melawan Cina di Hong Kong, 22 Agustus 2019
Seorang murid sekolah dalam aksi demonstrasi melawan Cina di Hong Kong, 22 Agustus 2019Foto: Getty Images/C. McGrath

Hari Pendidikan Keamanan Nasional pertama pada Kamis (15/4) di Hong Kong dirayakan meriah. Di balai kota, Polisi memperkenalkan maskot boneka beruang berseragam tempur, yang dikerumuni khalayak berbaju kaos dengan tulisan "saya cinta polisi.”

Di luar kompleks konvensi, boneka beruang itu turut dijual seharga sekitar Rp 760 ribu, bersama dengan mainan plastik berbentuk polisi anti huru hara bersenjata shotgun dan gas air mata.

Namun, suasana ringan yang berusaha dihadirkan pemerintah Hong Kong pada hari bersejarah itu, gagal mengusir kecemasan dan suasana genting yang menghinggapi UU Keamanan Nasional. Di seluruh sekolah, murid diwajibkan mengibarkan bendera Cina, berterimakasih kepada aparat keamanan dan mendendangkan lagu-lagu patriotis sebagai tanda kesetiaan kepada Beijing.

Sekolah menjadi episentrum kekhawatiran pemerintah Cina, menyusul gelombang demonstrasi yang melanda Hong Kong selama hampir dua tahun. Antara 2019-2020, para murid dan mahasiswa menggalang salah satu aksi protes paling akbar dalam sejarah negeri yang mendorong Beijing mengesahkan UU antisubversi.

Mulai tahun ini, otoritas pendidikan Hong Kong memasukkan mata pelajaran keamanan nasional ke dalam kurikulum sekolah. Setiap murid akan mempelajari empat jenis kejahatan nasional, yakni subversi, separatisme, terorisme dan persekongkolan dengan kekuatan asing.

Beijing bereaksi keras atas kecaman internasional

Pada hari yang sama Beijing memperingatkan dunia internasional agar tidak mencampuri urusan Hong Kong. Peringatan tersebut terutama diarahkan kepada Amerika Serikat, Inggris dan sejumlah negara sekutu yang giat mengecam Cina karena dianggap ingin memberangus demokrasi di Hong Kong.

"Jika waktunya sudah tiba, tindakan harus diambil untuk melawan kekuatan asing dan eksternal yang berpotensi mencampuri urusan Hong Kong atau berusaha menggunakan Hong Kong sebagai alat barter,” kata Luo Hioning, kepala biro perwakilan pemerintah pusat Beijing di Hong Kong.

"Kami akan memberikan perlawanan yang kuat dan memberi mereka pelajaran,” imbuhnya pada seremoni Hari Pendidikan Keamanan Nasional di balai kota. 

Dalam kesempatan yang sama dia juga mewanti-wanti terhadap barisan prodemokrasi, "siapapun yang melanggar batas dasar keamanan nasional dan mengancam kehidupan warga, otoritas pusat tidak akan pernah membiarkan tindakan seperti itu terjadi.” 

Aksi protes disamakan dengan aktivitas teroris

Adapun Pemimpin Eksekutif Hong Kong, Carrie Lam, menggambarkan aksi protes para murid dan mahasiswa "hampir sama seperti aktivitas teroris,” ujarnya. "Jika ini tidak berhenti, maka kedaulatan, keamanan dan perkembangan nasional akan terdampak.”

"UU Keamanan Nasional berhasil memulihkan ketertiban,” pungkas Lam.

UU tersebut mengundang kritik tajam dari negara-negara barat. Langgam antidemokrasi pada legislasi itu diyakini bertujuan menggerus pondasi demokrasi di Hong Kong. Padahal Cina berjanji akan melindungi demokrasi di bekas wilayah jajahan Inggris itu ketika dikembalikan pada 1997 silam.

Sejak diberlakukan pada tahun lalu, AS, Inggris dan Uni Eropa bertukar sanksi dengan Cina, antara lain pembekuan aset atau larangan masuk bagi pejabat Hong Kong dan Cina yang terlibat dalam pemberlakuan UU Keamanan Nasional.

Awal pekan ini, sebuah surat yang ditandatangani oleh lebih dari 100 politisi Inggris mendesak Perdana Menteri Boris Johnson untuk memperluas daftar sanksi buat pejabat Cina yang dituduh melakukan "pelanggaran hak asasi manusia berat.”

rzn/as (rtr/afp)