1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Cina Kecam AS Atas Rasisme Hingga Penanganan COVID-19

24 Maret 2021

Cina mendesak AS untuk atasi rasisme hingga penanganan COVID-19. Kecaman yang tertulis di dalam laporan tahunan yang dirilis Kabinet di Beijing Rabu (24/03) adalah balasan atas rangkaian kritik AS pada Cina .

https://p.dw.com/p/3r3He
Demonstrasi menentang Asian Hate
Komunitas Asia di New York menggelar aksi protes menentang Asian Hate (21/03)Foto: STRF/STAR MAX/IPx/picture alliance

Laporan kebinet di Beijing yang terdiri dari 28 halaman itu mengungkapkan, Amerika Serikat (AS) "melihat situasi epidemi di luar kendali, disertai dengan kekacauan politik, konflik antar etnis, dan perpecahan sosial."

Dokumen yang dirilis Kantor Informasi Dewan Negara juga menyoroti serangan di Capitol, yang erat kaitannya dengan kekerasan menggunakan senjata serta masalah kesenjangan kesehatan. "Apa yang terjadi di Capitol Hill mengungkapkan kelemahan demokrasi AS," kata Chang Jian, Direktur Institut Hak Asasi Manusia Universitas Nankai di Tianjin, Cina.

"Kedua partai politik (Republik dan Demokrat) itu terkadang melakukan segala hal yang mereka bisa untuk membela kepentingan mereka sendiri ... Mereka akan menghasut perpecahan dan kekerasan di antara orang-orang. Jadi dapatkah masyarakat AS terus berkembang di bawah sistem demokrasinya saat ini? Saya akan memberi tanda tanya di atasnya."

Cina mengeluarkan laporan itu setiap tahun sebagai tanggapan atas kritik AS terkait serangkaian masalah, seperti pelanggaran terhadap kelompok minoritas di wilayah barat Xinjiang dan Tibet, serta tindakan keras terhadap suara-suara oposisi di Hong Kong.

Munculnya sanksi baru

Pandemi COVID-19 telah menewaskan lebih banyak orang di AS daripada di Cina. "Mengalahkan pandemi membutuhkan bantuan timbal balik, solidaritas, dan kerja sama di antara semua negara. Namun, AS, yang selalu menganggap dirinya sebagai pengecualian dan superior, melihat sendirian situasi wabah di luar kendali, disertai kekacauan politik, konflik antar etnis, dan perpecahan sosial," kata laporan itu.

"Kelompok rentan menjadi korban terbanyak yang diakibatkan tindakan sembrono pemerintah terhadap pandemi."

Laporan Cina didasarkan pada materi open-source, berbeda dengan dokumen AS, yang sebagian besar diambil dari karya para diplomat, jurnalis, dan aktivis hak asasi manusia yang tidak selalu dapat mengungkapkan informasi mereka karena ancaman pembalasan dari Partai Komunis Cina.

Laporan itu muncul setelah Uni Eropa bergabung dengan AS, Inggris, dan Kanada dalam menjatuhkan sanksi kepada pejabat Cina atas tuduhan melecehkan etnis minoritas Uighur.

Beijing membalas dengan mengumumkan akan menghukum empat legislator Eropa, seorang peneliti Jerman, dan organisasi hak asasi yang berbasis di Eropa dengan melarang bepergian ke wilayah Cina atau melakukan interaksi keuangan dengan institusi Cina.

H&M tuai banjir kritik di media sosial

Kemarahan masyarakat terhadap merek fesyen H&M juga membanjiri arus informasi di media sosial Cina pada hari Rabu (24/03), ketika Liga Pemuda Komunis dan media pemerintah menyerang perusaaan mode itu atas permyataan sikap "sangat prihatin" tentang laporan kerja paksa di wilayah Xinjiang.

Sebelumnya perusahaan fesyen asal Swedia, H&M mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa mereka "sangat prihatin dengan laporan dari organisasi masyarakat sipil dan media terkait tuduhan kerja paksa," dan mengklaim pihaknya tidak mengambil produk dari Xinjiang.

"Menyebarkan rumor untuk memboikot kapas Xinjiang, sementara masih ingin menghasilkan uang di Cina? Mimpi!" bunyi kecaman Liga Pemuda Komunis, sayap pemuda dari partai yang berkuasa di Cina, yang diposting di media sosial Weibo.

Aktor Huang Xuan mengatakan di akun Weibo miliknya bahwa dia telah mengakhiri kontrak sebagai brand ambassador H&M. Xuan juga menentang "fitnah dan rumor yang beredar."

H&M tidak segera menanggapi permintaan komentar dari para jurnalis.

Pemimpin redaksi surat kabar Global Times yang dikelola negara, Hu Xijin, mendesak perusahaan Barat untuk "sangat berhati-hati" dan tidak "menekan Xinjiang."

Di sisi lain, aktivis dan beberapa politisi Barat menuduh Cina melakukan penyiksaan, kerja paksa, dan sterilisasi di Xinjiang.

ha/as (AP, Reuters)