1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Sosial

Doa dari Seluruh Dunia Berkumandang Untuk Melawan Corona

Christoph Strack
15 Mei 2020

Tokoh agama terkemuka di seluruh dunia mengumandangkan hari doa. "Berdoa untuk kemanusiaan" menunjukkan hubungan antaragama. Pandemi corona tampaknya menyatukan agama-agama dunia.

https://p.dw.com/p/3cG92
Seorang perempuan mengenakan masker dan berdoa
Foto: Getty Images/AFP/M. Rasfan

Doa di seluruh dunia, doa lintas agama berkumandang. Mengingat pandemi COVID-19 telah membuat  banyak orang, mulai dari Asia ke Amerika Latin dan Amerika Serikat, dari Rusia ke Afrika Selatan, berada dalam ketegangan, para pemimpin agama terkemuka menyerukan hari doa melawan pandemi  pada Kamis (13/05).  Bagaikan komposisi penuh warna dari para peserta, mereka melafalkan: "Berdoa untuk kemanusiaan." 

Dorongan kegiatan hari doa datang dari Abu Dhabi. Di sinilah tempat "Komite Tinggi Persaudaraan Manusia" yang diprakarsai oleh Uni Emirat Arab dan secara resmi didirikan pada September 2019 di Roma.

Negara-negara Teluk yang mayoritasnya Sunni, menerima kunjungan Paus Fransiskus  pada Februari 2019 – kunjungan pertama kali kepala gereja Katolik ke Semenanjung Arab. Berbagai upaya dilakukan untuk menjadikan Abu Dhabi tempat pertemuan antaragama antara Asia, Afrika dan Eropa. Saran komite itu: Semua orang, terlepas dari agama, terlepas dari negara, harus "berbalik kepada Tuhan Sang Pencipta" dalam kasus krisis corona.

Berbagai perwakilan agama meyakini bahwa pandemi akan mengubah hubungan antaragama. Semua ini dimulai dari skala kecil. Pertengahan Maret lalu, masyarakat dapat menonton perayaan antaragama dari gereja-gereja di televisi Jerman pada hari Minggu pagi. Ada kebutuhan menghubungkan agama satu dengan yang lainnya. Dan semua orang berseru kepada Tuhan. Ada juga banyak kerja sama di bidang bantuan sosial.

"New Age" dalam dialog antaragama

Sekretaris Jenderal Konferensi Rabi Eropa (CER), Gady Gronich, sangat percaya bahwa krisis corona memasuki era baru dalam dialog antaragama, "Tepatnya karena kami menyadari bahwa kita semua berada di kapal yang sama," ujarnya. Rumah ibadah telah ditutup selama berminggu-minggu."Masalah dan tantangan pada dasarnya sama di mana-mana," kata Gronich lebih lanjut. Hal ini telah memicu dinamika baru dalam dialog antaragama. Sekretaris Jenderal CER itu mengutip doa bersama, pesan online, atau pertukaran pengalaman sebagai contoh - "kegiatan yang mungkin tidak akan ada sebelum krisis corona."

Gronich menyebut hari doa dalam menghadapi pandemi adalah "sinyal yang baik dari solidaritas dan rasa saling percaya." Sedangkan Aiman ​​Mazyek, ketua Dewan Pusat Muslim di Jerman (ZMD), berbicara tentang "inisiatif yang sangat penting yang menjanjikan kekuatan dan energi di masa-masa sulit ini."

Agama menguatkan orang-orang yang tengah masuk dalam pencobaan yang sedang berlangsung ini. "Umat dari semua agama telah secara khusus mendorong satu sama lain untuk mempraktikkan perlindungan kehidupan sebagai prioritas utama hingga layanan ibadah," kata Mazyek kepada DW.

Acara kelompok kecil

Pada akhir Maret, Paus Fransiskus berdiri di hadapan Lapangan Santo Petrus yang sepi di Vatikan di tengah hujan pada malam hari untuk melayangkan doa "Urbi et orbi". Dapat diasumsikan bahwa Paus, yang memanggil umat Katolik di seluruh dunia untuk berpartisipasi dalam doa dalam pandemi sepuluh hari yang lalu, merespon masalah tersebut dalam awal misa.

Kaum muslim mengintegrasikan masalah pandemi ke dalam ibadah Ramadan mereka. Banyak kegiatan doa di seluruh dunia berlangsung dalam lingkaran kecil atau secara simbolis. Di Berlin, "House of One" mengundang masyarakat ikut  dalam doa antaragama pada siang hari. Mereka terdiri dari gabungan umat Kristen, Yahudi, Muslim, Buddha dan Sikh. 

Dari New York, organisasi yang aktif secara internasional, ‘Religions for Peace', dengan kantor Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia dan Komite PBB untuk Implementasi Konvensi Hak-Hak Perempuan mengundang  masyarakat mengikuti  webinar tentang isu-isu gender sehubungan dengan pandemi.

Satu hal yang sekadar kebetulan, tetapi ada dalam kalender Katolik: tanggal 14 Mei adalah hari Santa Corona. Menurut tradisi, ia wafat sekitar tahun 175 Masehi sebagai martir di tempat yang sekarang dikenal sebagai Suriah atau di Mesir.