1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Kesehatan

COVID-19 di Eropa: Kematian di Spanyol Melampaui Cina

26 Maret 2020

Korban meninggal di Spanyol akibat corona mencapai 3.434 orang dan telah melampaui angka kematian di Cina. Di Jerman, parlemen sepakati bantuan ekonomi senilai Rp 13.000 triliun guna melindungi ekonomi negaranya.

https://p.dw.com/p/3a3Hu
Petugas kesehatan di RS sementara untuk pasien virus corona di Madrid
Petugas kesehatan bersiap menerima pasien, di RS sementara COVID-19 di Madrid, SpanyolFoto: AFP/COMUNIDAD DE MADRID

Angka kematian akibat virus corona di Spanyol naik menjadi 3.434 pada Rabu (25/3), setelah pemerintah Spanyol mengumumkan bahwa sedikitnya 738 orang meninggal dalam 24 jam terakhir.

Kementerian Kesehatan Spanyol melaporkan jumlah kematian tersebut ketika Spanyol memasuki hari ke-11 karantina wilayah atau lockdown. Jumlah orang yang terinfeksi COVID-19 kini telah mencapai 47.620 orang.

Angkatan bersenjata Spanyol pada Selasa (24/3) telah meminta bantuan kemanusiaan dari NATO untuk memerangi wabah COVID-19 karena kematian dan infeksi di negara itu terus meningkat.

Dalam sebuah pernyataan, NATO mengatakan militer Spanyol telah meminta "bantuan internasional", untuk mendapatkan pasokan medis guna mencegah penyebaran virus baik di militer maupun di masyarakat sipil.

Secara spesifik Spanyol mencari bantuan untuk 450.000 respirator, 500.000 kit pengujian cepat, 500 ventilator, dan 1,5 juta masker bedah.

Dengan jumlah korban yang terus meningkat, Perdana menteri Spanyol Pedro Sanchez meminta persetujuan parlemen untuk memperpanjang keadaan darurat, selama dua minggu hingga 11 April mendatang atau satu hari sebelum paskah.

Spanyol melaporkan sistem medis negaranya berada di jurang kehancuran, dengan lebih dari 5.000 petugas kesehatan atau sekitar 12 persen dari total tenaga medis dinyatakan positif terinfeksi COVID-19.

Parlemen Jerman sepakati paket bantuan ekonomi

Majelis rendah parlemen Jerman telah menyetujui paket bantuan € 750 miliar atau Rp 13.000 triliunpada Rabu (25/3) untuk melindungi ekonomi yang terdampak langsung akibat wabah COVID-19.

Untuk mendanai langkah-langkah darurat itu, pemerintah Kanselir Jerman Angela Merkel berencana mengambil utang baru untuk pertama kalinya sejak tahun 2013.

Plafon utang yang didasarkan pada hukum Jerman dan membatasi pinjaman tahunan pemerintah, juga ditangguhkan dalam pemungutan suara terpisah pada Rabu (25/3). Ini berarti pemerintah dapat mengambil € 156 miliar atau Rp 4.000 triliun lainnya pada tahun 2020 sebagai bagian dari paket bantuan.

Rencana pembelanjaan khusus akibat virus corona ini mendapat dukungan luas di Parlemen Jerman Bundestag. Hanya Partai Alternatif untuk Jerman (AfD) yang abstain. Penentuan-penentuan ini akan dipindahkan ke majelis tinggi parlemen, Bundesrat, dan diharapkan dapat disahkan menjadi Undang-Undang pada Jumat (27/3) besok.

Menteri Keuangan Jerman Olaf Scholz mengatakan bahwa pemerintah melakukan segala upaya untuk menangani dampak kerusakan ekonomi akibat COVID-19 dan berusaha melindungi pekerjaan, bisnis dan sektor kesehatan.

"Kami mengalami krisis yang belum pernah terjadi sebelumnya di Republik Federal Jerman," katanya. "Yang kita butuhkan sekarang adalah solidaritas."

Menteri Keuangan Olaf Scholz saat rapat dengan parlemen Jerman
Menteri Keuangan Jerman Olaf Scholz saat rapat dengan parlemen JermanFoto: picture-alliance/dpa/K. Nietfeld

Jerman - kekuatan ekonomi terbesar di Eropa – tidak menerapkan karantina wilayah secara nasional seperti yang terlihat di negara-negara lain. Namun Jerman melarang pertemuan lebih dari dua orang dan memberlakukan aturan menjaga jarak yang ketat.

Toko-toko dan layanan yang tidak penting telah diperintahkan untuk tutup. Layanan penjualan makanan di restoran dan kafe hanya bisa untuk dibawa pulang atau dikirim ke rumah dan berlaku hingga 6 April. Sementara sekolah-sekolah di seluruh negeri akan tetap ditutup sampai liburan Paskah berakhir pada 24 April.

Italia khawatir penyebaran virus corona di bagian Selatan

Badan Perlindungan Sipil Italia pada Rabu (25/3) melaporkan lebih dari 680 orang telah meninggal akibat virus corona dalam 24 jam terakhir. Dibandingkan negara-negara lain di dunia, Italia memiliki jumlah kematian akibat COVID-19 tertinggi, dengan data terbaru menunjukkan bahwa 7.503 orang telah meninggal dalam waktu kurang dari satu bulan. Kekhawatiran penyebaran wabah COVID-19 ke Italia selatan kini muncul.

Namun di utara Lombardy, yang menjadi wilayah paling parah terkena dampak pandemi COVID-19, telah menunjukkan penurunan tajam dalam jumlah kematian dan infeksi. Angka ini disebut meningkatkan harapan bahwa epidemi mungkin telah melambat di episentrum aslinya.

Meski begitu, muncul peringatan dari wilayah selatan bahwa penularan dan kematian tidak terlalu luas tetapi angkanya meningkat dengan tajam. Hal ini dikhawatirkan memengaruhi layanan kesehatan yang jauh lebih tidak siap dibandingkan wilayah di utara.

"Pada titik ini ada kemungkinan nyata bahwa tragedi Lombardy akan menjadi tragedi selatan," ujar Presiden wilayah Campania di sekitar Naples, Vincenzo De Luca, melalui surat terbuka kepada Perdana Menteri Italia Giuseppe Conte.

Sejauh ini telah ada 74 kematian akibat COVID-19 di Campania, wilayah selatan yang paling parah tekena dampak penyebaran COVID-19.

pkp/gtp (AFP, Reuters, dpa)