1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Lawan-lawan Politik Erdogan Terancam Hukuman Penjara

Daniel Derya Bellut
19 Januari 2021

Salah satu oposisi yang terancam penjara adalah pimpinan Partai CHP Canan Kaftancioglu yang menyebabkan kekalahan memalukan bagi partai Recep Tayyip Erdogan pada pemilu Istanbul 2019.

https://p.dw.com/p/3o5Md
Canan Kaftancioglu di depan Pengadilan Caaglayan, Turki
Canan Kaftancioglu di depan Pengadilan Caaglayan, TurkiFoto: Getty Images/AFP/B. Kilic

Canan Kaftancioglu adalah politisi perempuan yang tengah naik daun di Turki. Peringkat popularitas dokter berusia 48 tahun yang berganti haluan karir menjadi politisi ini termasuk yang tertinggi di negara tersebut. Dengan pandangannya yang berhaluan sayap kiri, Kaftancioglu selalu menonjol di Partai Rakyat Republik sekuler (CHP).

Tapi terobosan nyata Kaftancioglu dalam dunia politik tiba pada 2019 saat ia mendalangi salah satu kampanye pemilu paling sukses dalam sejarah Turki. Kampanye tersebut adalah kampanye Ekrem Imamoglu, politisi lokal yang relatif tidak dikenal, dalam pemilihan wali kota Istanbul pada Maret 2019. Hanya sedikit orang yang berharap pendatang baru ini menang melawan kandidat Partai AKP yang berkuasa, yakni mantan Perdana Menteri Binali Yildirim.

Kampanye CHP yang berfokus pada rekonsiliasi, alih-alih polarisasi, dalam pemilihan yang penuh emosi itu diterima dengan baik oleh para pemilih. Keputusan partai untuk mengutuk nepotisme, kesalahan manajemen negara, dan kesalahan dalam membelanjakan dana publik, ternyata menjadi strategi yang baik selama krisis ekonomi. Rupanya, banyak pemilih telah muak dengan kemegahan dan kesombongan di pihak politisi tertentu.

Namun, setelah Imamoglu menang hanya dengan selisih kecil, AKP menolak untuk menyerah. Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan pun dilaporkan menekan dewan pemilihan untuk melakukan pemilihan ulang. Namun ini tidak berhasil: Pada putaran berikutnya, CHP meraih suara dengan selisih yang cukup signifikan.

Wali Kota Istanbul, Ekrem Imamoglu
Wali Kota Istanbul, Ekrem Imamoglu, dari partai oposisi CHP menang telak pada pemilu 2019.Foto: picture-alliance/AP Photo/L. Pitarakis

Tekanan kian meningkat

Kekalahan di Istanbul yang menjadi pusat ekonomi dan sosial Turki dengan populasi 16 juta ini disebut-sebut sebagai kekalahan pemilihan terbesar bagi partai Erdogan sejauh ini. Dan kemenangan terbesar bagi Kaftancioglu.

Tapi Kaftancioglu sekarang berada di bawah tekanan tuntutan hukum. Pada September 2019, dia dijatuhi hukuman hampir 10 tahun penjara setelah didakwa serangkaian kejahatan, termasuk pencemaran nama baik, menghasut tindakan kekerasan dan kebencian kepada publik, menyebarkan "propaganda teroris," serta menghina presiden dan negara Turki.

Menurut para pendukung Kaftancioglu, bukti yang memberatkannya muncul begitu saja, sebagian besar terdiri dari serangkaian tweet yang dia posting antara 2012 dan 2017. Para pemimpin CHP mengatakan bahwa hukuman terhadap Kaftancioglu adalah tindakan balas dendam atas bencana pemilu di Istanbul. 

Kaftancioglu membantah semua tuduhan tersebut dan telah mengajukan banding atas hukuman ini.

Kini, Kantor Jaksa Penuntut Umum Anatolia juga telah mengajukan tuntutan terhadap anggota Partai CHP lainnya yaitu Suat Özcagdas, karena memotret rumah Fahrettin Altun, Direktur Komunikasi Presiden Turki, di distrik Istanbul di Üsküdar.

Jika terbukti bersalah, Özcagdas menghadapi hukuman lima tahun penjara karena "pelanggaran privasi." Özcagdas mengatakan bahwa dia mengambil foto itu sebagai bagian dari upaya mendokumentasikan konstruksi yang tidak resmi di lahan publik. 

Ancaman 10 tahun penjara untuk cuitan di Twitter

Di media sosial, Kaftancioglu jelas-jelas menunjukkan dukungannya untuk Özcagdas.

"Mereka akan segera tenggelam dalam kebohongan dan amoralitas," demikian cuitnya, "Özcagdas hanya melakukan tugasnya. Dia melakukan pemeriksaan dan mengikuti instruksi partai karena konstruksi ini adalah ilegal. Dia akan melakukannya lagi. Mereka yang menyembunyikan sesuatu tengah membuat kepanikan. Tetap tenang guys."

Tweet ini kembali menyulut kemarahan jaksa penuntut dan Kaftancioglu pun menghadapi tuduhan "menghasut untuk melakukan kejahatan" serta "glorifikasi kejahatan." Jika terbukti bersalah, Kaftancioglu bakal menghadapi hukuman 10,5 tahun penjara.

Tidak jarang pemerintah Erdogan dan sekutunya menggunakan cara lewat jalur hukum untuk memberikan tekanan pada lawan politik mereka. Baru-baru ini, Presiden Erdogan menggugat pemimpin CHP Kemal Kilicdaroglu dengan gugatan sebesar 110.000 euro (sekitar Rp 1,87 miliar) setelah Kilicdaroglu menyebutnya sebagai "yang katanya presiden."

Tuntutan hukum tersebut bisa berakhir sangat buruk bagi terdakwa, seperti yang terjadi dalam kasus politisi Kurdi, Selahattin Demirtas, yang menghabiskan empat tahun penjara tanpa dakwaan sebelum dituntut. Jaksa penuntut negara kini kembali menuduhnya dengan pelanggaran baru dan menuntut hukuman seumur hidup.

Sementara itu, Kaftancioglu menolak untuk menyerah dan menepis ancaman penjara. Dia juga ikut melawan pemerintah berbekal 'senjatanya' sendiri. Dia baru-baru ini menggugat balik presiden dan Menteri Dalam Negeri Süleyman Soylu atas pencemaran nama baik setelah mereka mencapnya "teroris".

Erdogan menuduhnya sebagai seorang militan dari kelompok kiri radikal terlarang ketika dia mendukung protes terhadap pencalonan rektor baru Universitas Bogazici di Istanbul, yang merupakan sekutu dekat Partai AKP yang ditunjuk melalui keputusan presiden.

Kaftancioglu mengatakan bahwa presiden harus segera memberikan bukti atas apa yang dia sebut "tuduhan konyol" tersebut, dan menyiratkan bahwa Erdogan mungkin belum melupakan kekalahan dalam pemilihan wali kota Istanbul di tahun 2019. (ae/gtp)