1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Mengapa Gajah Jarang Terkena Kanker?

15 Agustus 2018

Dengan memiliki seratus kali lebih banyak sel yang berpotensi berubah menjadi sel kanker jika dibandingkan manusia, seharusnya lebih banyak gajah mati karena kanker. Mengapa yang terjadi justru sebaliknya?

https://p.dw.com/p/33BOp
Elefanten Tag des Artenschutzes
Foto: Imago/Xinhua

Saat ini sekitar 17 persen kematian di seluruh dunia disebabkan oleh  kanker. Sementara jumlah gajah yang mati karena kanker hanya lima persen padahal rata-rata usia hidup mereka sama dengan manusia yaitu sekitar 70 tahun.

Karena penasaran, sebuah tim yang dipimpin oleh seorang ahli genetika manusia, Vincent Lynch, yang mengajar di Universitas Chicago dan para peneliti dari Universitas Utah lantas meneliti hal ini.

Mereka menduga ini mungkin berhubungan dengan adanya gen p53 yang berfungsi menekan tumor pada gajah.

Keistimewaannya adalah mengenali DNA yang rusak dan mendorongnya ke dalam kematian sel terprogram, juga disebut autophagy.

Jadi sel yang sakit akan dirusak dan dicerna sendiri oleh sistem kekebalan tubuh, jika tidak mereka dapat berkembang menjadi sel-sel tumor.

Gen ini sebenarnya juga ada pada manusia dan hampir di seluruh mamalia, setidaknya satu salinan gen.

Gen zombie

Yang mengejutkan para peneliti, gajah ternyata tidak cuma punya satu, tetapi 20 salinan gen p53 dalam susunan genetik mereka.

Akibatnya, sel-sel ini bereaksi jauh lebih sensitif terhadap tiap kerusakan pada genom dan memulai kematian sel lebih awal. 

Akan tetapi, lewat penelitian ini para peneliti juga menemukan terobosan lain. "Gen-gen menduplikasi diri mereka sendiri sepanjang waktu," kata Lynch.

"Terkadang mereka juga melakukan kesalahan, menghasilkan versi gen nonfungsional yang dikenal sebagai pseudogen."

Sambil terus meneliti gen p53, para peneliti menemukan pseudogen yang disebut faktor penghambat leukemia 6 (LIF6).

Luar biasanya, pada gajah pseudogen ini bisa tiba-tiba berfungsi kembali. Dengan kata lain gen ini bangkit dari kematian.

Gen yang ibarat zombie ini lah yang kemudian menghancurkan pasokan energi dari sel yang sakit.

LIF6 bekerja dengan cara melubangi mitokondria yang berfungsi ibarat pembangkit listrik di dalam sel dan menyebabkan sel yang sakit itu mati.

"Ibarat zombie. Gen yang mati ini hidup kembali. Ia dihidupkan oleh adanya sel DNA yang rusak lantas membunuh sel itu, dengan cepat," Lynch menjelaskan. 

"Ini menguntungkan bagi gajah, karena sel ini bertindak merespon kesalahan genetik, dan juga kesalahan yang dibuat ketika DNA sedang diperbaiki. Menyingkirkan sel itu dapat mencegah kanker berikutnya." 

Para peneliti mempublikasikan penelitian mereka dalam jurnal Cell Reports 14 Agustus 2018.

Bisakah diterapkan pada manusia?

Gen LIF6 diduga telah aktif pada gajah selama jutaan tahun. Gen ini sepertinya juga sudah ada di tubuh nenek moyang gajah modern saat ini, yaitu Hyrax yang hidup sekitar 25 hingga 30 juta tahun yang lalu.

Tinggi Hyrax pada saat itu hampir tidak lebih besar dari marmut. Ada kemungkinan bahwa mekanisme perusalan sel kanker ini juga bertanggung jawab atas ukuran besarnya gajah.

Hewan besar memiliki sel dan sistem pembelahan sel yang lebih banyak dari hewan kecil.

Karena itulah, para peneliti berasumsi bahwa mereka juga memerlukan mekanisme yang sangat efektif untuk menekan atau membuang sel tumor.

Lynch dan rekan-rekannya kini ingin mencoba menggunakan strategi gajah dalam pengobatan kanker terhadap tubuh manusia.

"Mungkin kita dapat menemukan cara untuk mengembangkan obat yang bisa meniru perilaku LIF6 pada gajah atau membuat sell kanker agar bisa menghidupkan salinan sel zombie mereka," kata dia.

Fabian Schmidt
Fabian Schmidt Editor redaksi sains yang berfokus pada teknologi dan inovasi.