1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Mengapa Korut Kembali Menjalin Komunikasi dengan Korsel?

3 Agustus 2021

Korut tampaknya ingin dibantu Korsel saat menghadapi krisis. Namun, para kritikus memperingatkan Korut tak banyak menawarkan imbalan, tak berniat menghentikan program nuklirnya, dan ada kebiasaan mengingkari janji.

https://p.dw.com/p/3ySGJ
Moon Jae-in dan Kim Jong Un
Presiden Korsel Moon Jae-in (kanan) ingin membangun relasi yang lebih baik dengan Pemimpin Korut Kim Jong Un (kiri) di masa-masa terakhir kepemimpinannyaFoto: AFP

Dimulainya kembali komunikasi antara Korea Utara dan Korea Selatan di Zona Demiliterisasi (Demilitarized Zone/DMZ) telah memicu harapan baru untuk mengendurkan ketegangan di semenanjung yang telah terbagi sejak berakhirnya Perang Korea pada tahun 1953.

Hal ini juga meningkatkan harapan bahwa kedua pihak berpotensi menemukan solusi untuk masalah program rudal nuklir dan balistik Pyongyang.

Korea Utara membuka kembali jalur komunikasi dengan Korsel yang telah ditutup sepihak sejak Juni 2020, pada pukul 10 pagi waktu setempat. Pada 27 Juli, Kantor Berita Pusat Korea milik pemerintah, menyatakan: "Pemulihan jalur penghubung komunikasi akan memiliki efek positif pada peningkatan dan pengembangan hubungan Utara-Selatan."

Indikasi pertama setelah lebih dari setahun pemutusan komunikasi, bahwa Korea Utara bersedia lagi berbicara disambut dengan gembira di Seoul. Presiden Korea Selatan Moon Jae-in mempertaruhkan warisan politiknya di bulan-bulan terakhir sisa pemerintahannya untuk membangun hubungan yang lebih baik dengan Pyongyang. 

Jalur komunikasi Korsel-Korut
Korut membuka kembali jalur komunikasi dengan Korsel di desa perbatasan bersama PanmunjomFoto: picture-alliance/Yonhapnews/Agency

Korea Selatan menegaskan kembali pihaknya bersedia untuk mendukung rekonstruksi infrastruktur rel kereta dan jalan raya di Korea Utara, memulai kembali proyek pariwisata bersama di utara DMZ, dan melanjutkan reuni keluarga yang terpecah sejak akhir perang hampir 70 tahun yang lalu. 

Pakar ingatkan prinsip kehati-hatian dan realisme

Terlepas dari gelombang optimisme di Korea Selatan, para analis memperingatkan agar Seoul memegang prinsip kehati-hatian. Para analis menekankan, Korut tidak menawarkan rekonsiliasi kepada musuh ideologisnya.

Para ahli mengatakan Kim Jong Un dimotivasi oleh kebutuhan untuk melestarikan rezimnya. Para ahli juga memperingatkan, Korea Utara memiliki kebiasaan tidak menepati janjinya. "Sudah menjadi rahasia umum, situasi di Korea Utara saat ini sangat buruk," kata Robert Dujarric, salah seorang Direktur di Institut Studi Asia Kontemporer di Universitas Kuil Tokyo.

"Korea Utara menutup perbatasan mereka sendiri untuk mencegah sebaran virus corona, tetapi ada laporan yang kredibel tentang kekurangan makanan, obat-obatan, bahan bakar, dan kebutuhan lainnya," tambahnya.

"Saya kira dengan membuka kembali hubungan komunikasi, mereka berharap bisa mendapatkan bantuan uang dan makanan atau pasokan medis," katanya.

Seorang juru bicara Departemen Luar Negeri AS menggambarkan pembukaan kembali jalur komunikasi itu sebagai "langkah positif". Dia menambahkan, "diplomasi dan dialog sangat penting untuk mencapai denuklirisasi penuh dan untuk membangun perdamaian permanen di Semenanjung Korea." 

Tidak ada pembatalan program senjata nuklir

Namun, Dujarric dan analis lainnya mengatakan kecil kemungkinan Kim meninggalkan program senjata nuklir yang telah menghabiskan biaya miliaran dolar dan waktu puluhan tahun untuk membangunnya. Mungkin ada beberapa perkembangan kecil, tetapi Dujarric mengantisipasi, Kim akan menuntut terlalu banyak dan menawarkan terlalu sedikit imbalan.

Alasan utama keinginan Korea Utara untuk memiliki hubungan yang lebih baik dengan Korea Selatan adalah situasi kelaparan yang memburuk. Badan-badan PBB memperingatkan, situasi pasokan pangan di Korea Utara akan semakin memburuk dalam empat bulan mendatang.

Korea Utara menghadapi kekurangan sekitar 860.000 ton bahan makanan, demikian laporan Organisasi Pangan dan Pertanian, serta Program Pangan Dunia.

Kim sejauh ini menolak meminta bantuan kepada masyarakat internasional dan hanya meminta warganya untuk mengencangkan ikat pinggang. Meminta bantuan luar berarti menunjukkan rezim mengakui parahnya situasi negaranya. Korea Utara juga secara bersamaan mencoba mempengaruhi kebijakan keamanan Korea Selatan.

Keretakan hubungan Korea Selatan dan AS

Pyongyang telah berhasil menekan pemerintahan Moon untuk mengurangi atau membatalkan latihan militer bersama dengan AS selama empat tahun terakhir.

Efek samping dari perdebatan tentang latihan bersama yang memberikan keuntungan bagi Utara adalah terciptanya keretakan yang lebih dalam antara Korea Selatan dan AS. (pkp/as)