1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Menlu ASEAN Akan Berupaya Redam Eskalasi Kekerasan Myanmar

2 Maret 2021

Para Menteri Luar Negeri ASEAN segera mengadakan pertemuan khusus untuk meredam kekerasan di Myanmar pada Selasa (02/03). Sementara itu, pemimpin sipil Myanmar yang digulingkan Aung San Suu Kyi mendapat dua dakwaan baru.

https://p.dw.com/p/3q5B4
Aksi menuntuk pembebasan pemimpin sipil Myanmar Aung San Suu Kyi di kota Yangon, Jumat (26/02)
Aksi menuntuk pembebasan pemimpin sipil Myanmar Aung San Suu Kyi di kota Yangon, Jumat (26/02)Foto: AP/picture alliance

Menteri Luar Negeri negara-negara Asia Tenggara bersiap untuk mengadakan pertemuan khusus untuk membahas kondisi di Myanmar pada hari ini, Selasa (02/03). Pertemuan ini sebagai upaya negara-negara ASEAN untuk meredam aksi kekerasan yang terjadi di Myanmar dan membuka dialog untuk mengatasi krisis politik yang semakin meningkat.

Menteri Luar Negeri RI, Retno Marsudi, dipastikan turut serta dalam pertemuan ini. "Betul, jam 3 acaranya," ujar Juru Bicara Kementerian Luar Negeri RI, Teuku Faizasyah saat dikonfirmasi DW Indonesia, Selasa (02/03) pagi.

Sementara, Menteri Luar Negeri Singapura, Vivian Balakrishnan, menyampaikan bahwa dalam pertemuan itu Menlu ASEAN akan membahas kekhawatiran terkait aksi kekerasan yang terjadi di Myanmar dan akan mendengarkan penjelasan perwakilan otoritas militer di sana. ASEAN juga akan mendorong dialog antara Aung San Suu Kyi dan junta militer.

"Ada kepemimpinan politik ... dan ada kepemimpinan militer, di sisi lain. Mereka perlu bicara, dan kita perlu membantu menyatukan mereka," kata Balakrishnan dikutip dari Reuters, Selasa (02/03).

Pembicaraan ini digelar selang dua hari setelah peristiwa paling berdarah dalam protes Myanmar yang menewaskan setidaknya 18 orang. Militer telah menggulingkan pemimpin sipil Aung San Suu Kyi sejak empat pekan lalu.

Setidaknya 18 orang tewas dalm aksi kekerasan di Myanmar akhir pekan lalu (28/02)
Setidaknya 18 orang tewas dalm aksi kekerasan di Myanmar akhir pekan lalu (28/02)Foto: REUTERS

Protes terus berlanjut

Para pengunjuk rasa di kota Yangon, Myanmar kembali turun ke jalan pada Senin (01/03) memprotes aksi kekerasan yang dilakukan polisi Myanmar pada kerusuhan sehari sebelumnya yang menewaskan sedikitnya 18 orang.

Dilaporkan polisi kembali melemparkan gas air mata dan menembakkan peluru karet kepada para pengunjuk rasa. Polisi mencoba membubarkan mereka yang berkumpul di persimpangan Hleden Center.

Unjuk rasa juga terjadi di Kale, kota yang terletak di barat laut Myanmar. Para pengunjuk rasa terlihat membawa foto Aung San Suu Kyi sambil meneriakkan: "Demokrasi, tujuan kami, tujuan kami!"

Para jurnalis juga dilaporkan menjadi sasaran polisi. Dilansir dari kantor berita AFP, mereka yang mencoba meliput aksi unjuk rasa di jalan ditahan oleh polisi.

Gelombang unjuk rasa beberapa waktu belakangan ini juga diwarnai dengan aksi mogok para pekerja di Myanmar yang menuntut agar kekuasaan militer segera diakhiri.

Pengadilan layangkan dua dakwaan baru terhadap Aung San Suu Kyi

Aung San Suu Kyi muncul untuk pertama kalinya sejak ditahan oleh militer Myanmar pada awal bulan lalu dalam sebuah video dari pengadilan pada hari Senin (01/03). Ia tampak sehat meski berat badannya menurun, kata salah satu pengacara Suu Kyi.

Suu Kyi menghadapi dakwaan baru dari junta militer. Salah satunya pidana atas larangan publikasi informasi yang dapat "menimbulkan ketakutan atau kekhawatiran". Suu Kyi juga menghadapi dakwaan lainnya di bawah undang-undang telekomunikasi yang mengatur lisensi untuk peralatan, kata pengacaranya.

Sebelumnya, perempuan berusia 75 tahun itu telah menghadapi sejumlah tuduhan. Suu Kyi awalnya dituduh mengimpor enam radio walkie-talkie secara ilegal. Kemudian ia juga dituduh melanggar undang-undang bencana nasional dengan melanggar protokol virus corona.

Suu Kyi ditahan pada 1 Februari lalu ketika militer Myanmar melancarkan kudeta terhadap pemerintahan sipil. Salah satu pengacara Suu Kyi mengatakan sidang berikutnya akan digelar pada 15 Maret mendatang.

rap/pkp (Reuters, AFP, AP)