1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
KonflikTimur Tengah

PBB, AS, Rusia dan UE Rapat Virtual Bahas Israel-Palestina

24 Maret 2021

Setelah tahun-tahun sepi penyelesaian konflik, PBB, AS, Rusia dan Uni Eropa kembali membahas solusi dua negara bagi Israel dan Palestina. Pemerintahan AS di bawah Joe Biden diharapkan dapat membawa perdamaian lebih luas.

https://p.dw.com/p/3r1kf
Foto: Petugas keamanan Hamas Palestina berjalan di bawah bendera Palestina yang besar selama unjuk rasa peringatan Al-Nakba.
Foto: Petugas keamanan Hamas Palestina berjalan di bawah bendera Palestina yang besar selama unjuk rasa peringatan Al-Nakba. Foto: picture-alliance/dpa/M. Saber

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Amerika Serikat (AS), Rusia dan Uni Eropa (UE) kembali membahas upaya penyelesaian konflik puluhan tahun antara Israel dan Palestina. Pertemuan dilakukan secara virtual pada Selasa (23/03) untuk merundingkan ‘’solusi dua negara’’.

Empat mediator yang dikenal sebagai Kuartet, mengatakan bahwa utusan mereka membahas kembali ‘’negosiasi yang mengarah pada solusi dua negara, termasuk langkah-langkah nyata untuk memajukan kebebasan, keamanan dan kemakmuran bagi Palestina dan Israel’’.

Hingga kini belum ada pembicaraan damai yang substantif antara Israel dan Palestina sejak 2014, dan kedua belah pihak sangat terpecah belah terkait isu-isu inti dari konflik tersebut.

Harapan penyelesaian konflik di bawah pemerintahan Biden

Akhir Januari lalu, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan ada harapan terkait penyelesaian konflik Israel-Palestina, setelah bertahun-tahun sepi tindakan. Guterres mengatakan PBB akan mengeksplorasi semua inisiatif untuk memfasilitasi "proses perdamaian yang sesungguhnya" berdasarkan solusi dua negara.

Sambil mengacu pada kondisi di bawah pemerintahan bekas Presiden AS Donald Trump, Guterres mengatakan, ‘’Kami benar-benar terkunci dalam situasi tanpa ada kemajuan yang terlihat‘‘.

Saat berkuasa, Trump memberikan dukungan yang belum pernah terjadi sebelumnya kepada Israel. Di antaranya dengan mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel, memindahkan Kedutaan Besar AS dari Tel Aviv, memangkas bantuan keuangan untuk Palestina dan mendukung tindakan Israel membuat permukiman di tanah yang diklaim oleh Palestina.

Segera setelah Presiden AS Joe Biden dilantik pada 20 Januari, pemerintahannya mengumumkan akan memulihkan hubungan dengan Palestina dan memperbarui bantuan untuk pengungsi Palestina, membalikkan kebijakan pemutusan hubungan kerja era Trump dan mendukung solusi dua negara.

Guterres menjelaskan bahwa pendekatan Biden yang lebih adil, mampu menghadirkan kembali pertemuan Kuartet yang sebelumnya diblokir oleh AS. Upaya perdamaian yang lebih luas juga diharapkan bisa terjadi.

Kuartet didirikan pada 2002 dan mendapat kritik karena gagal membuat Israel atau otoritas Palestina mengubah kebijakan mereka dan merundingkan penyelesaian konflik mereka. 

Belum ada langkah ke depan

Pernyataan utusan Kuartet pada Selasa (23/03) tidak menyebutkan langkah apa pun ke depan.

Utusan tersebut membahas "situasi di lapangan, khususnya pandemi COVID-19, disparitas yang tidak berkelanjutan dalam pembangunan ekonomi antara Israel dan Palestina, dan perlunya pihak-pihak terkait untuk menahan diri dari tindakan sepihak yang dapat menyulitkan tercapainya solusi dua negara”.

Selama lebih dari tiga dekade, Palestina berusaha mendapatkan kemerdekaan negara di Tepi Barat, Gaza, dan Yerusalem timur, wilayah yang direbut Israel dalam perang 1967. Israel menarik diri dari Gaza pada 2005, tetapi memberlakukan blokade, ketika kelompok militan Palestina Hamas merebut kekuasaan dari pasukan Presiden Palestina Mahmoud Abbas pada 2007.

Israel telah mencaplok Yerusalem timur dan mengatakan tidak berniat membongkar permukiman Tepi Barat-nya. Tindakan ini tidak diakui secara internasional dan menurut PBB langkah itu ilegal di mata hukum humaniter internasional. Hampir 500.000 orang Israel tinggal di Tepi Barat, dan lebih dari 200.000 orang di Yerusalem timur. 

pkp/gtp (AP, reuters)