1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Diskriminasi Perempuan di India

Priya Esselborn26 April 2013

India kembali guncang, setelah seorang anak perempuan berusia lima tahun diperkosa secara brutal. Kekerasan terhadap perempuan adalah bagian dari tradisi.

https://p.dw.com/p/18NHI
Anti-rape protesters at Jantar Mantar in New Delhi, India on January 01, 2013. Photo by IANS/ABACAUSA.COM
Protes IndiaFoto: picture alliance/abaca

India kembali dilanda demonstrasi karena aparat keamanan dianggap gagal melindungi perempuan dan anak-anak. Korban terakhir adalah seorang anak perempuan berusia lima tahun. Dia diculik dan diperkosa secara brutal. Kepada orang tuanya, polisi menawarkan uang 2000 Rupee (sekitar 350 ribu Rupiah) agar ia tidak menyebarkan kasus ini kepada media.

Padahal India baru saja mengalami guncangan besar setelah kasus perkosaan bulan Desember 2012. Ketika itu, seorang mahasiswi dan teman prianya naik bus. Mereka dianiaya oleh beberapa pria. Mahasiswi itu diperkosa secara brutal, kemudian keduanya dilempar dari bus. Dua minggu kemudian, korban pemerkosaan itu meninggal di rumah sakit.

Di New Delhi dan kota-kota besar lain terjadi aksi demonstrasi. New Delhi sekarang dijuluki ”ibukota perkosaan”. Undang-undang perkosaan sekarang diperketat dengan sanksi yang lebih berat. Tapi perempuan di India tetap mengalami diskriminasi.

Tradisi Ratusan Tahun

Dalam sejarah dan tradisi India, peran perempuan memang direndahkan, kata ahli India Renate Syed dari Universitas Ludwig-Maximillian di München. Dalam bukunya ”Ein Unglück ist die Tochter” (Sialnya Anak Perempuan), ia meneliti diskriminasi terhadap perempuan di India pada masa dulu dan masa modern.

”Perempuan sejak dulu dilihat sebagai milik kaum pria. Hanya pria yang dianggap sebagai mahluk yang punya bijaksana. Perempuan dianggap tidak bijaksana.” Karena itu, orang menganggap perempuan harus diawasi oleh pria, kata Syed.

”Ini masih terlihat sampai sekarang di India. Perempuan tidak diijinkan membangun identitasnya sendiri. Perempuan selalu dilihat sebagai anak atau istri dari seorang pria. Jadi otonomi mereka diambil”. Syed menambahkan, seks adalah hal tabu di India.

Ada alasan lain, mengapa perempuan mengalami diskriminasi dalam masyarakat. Dalam tradisi Hindu di India, orang tua yang mengawinkan seorang anak perempuan harus membayar uang cukup banyak. Keluarga pengantin perempuan akan kehilangan muka, kalau tidak mampu menyediakan uang ini.

Karena itu bagi banyak keluarga, anak perempuan dilihat sebagai beban keuangan. Terutama di negara bagian Punjab dan Haryana sering terjadi pengguguran kandungan, jika diketahui bahwa anak yang dikandung adalah perempuan. Pengguguran kandungan seperti ini sebenarnya sudah dilarang, tapi masih tetap terjadi secara luas.

Pendidikan Rendah

Diskriminasi terhadap perempuan sudah terjadi di usia sangat muda. Banyak ibu yang menyusui anak laki-laki lebih lama daripada anak perempuan. Jika satu keluarga memiliki banyak anak, maka pendidikan anak laki-laki yang diutamakan.

Pemerintah India sebenarnya sudah berusaha mengubah tradisi ini. Di sekolah-sekolah negeri, anak perempuan dibebaskan dari uang sekolah. Menurut sensus tahun 2011, sudah ada kemajuan. Tingkat buta aksara di kalangan perempuan India mencapai 65,4 persen pada tahun 2001. Menurut data aktual, angka itu sudah turun menjadi 48 persen.

Aktivis perempuan Urvasi Bhutalia melihat sudah ada perkembangan positif di India. Setelah kasus perkosaan Desember 2012, muncul diskusi luas tentang situasi perempuan. ”Undang-undang sekarang sudah diperketat, walaupun tidak semua usulan kami diterima. Tapi undang-undang baru ini adalah sukses pertama”. Ia menegaskan, perbaikan nasib perempuan hanya bisa dicapai dengan pendidikan yang lebih baik. Ia menyadari, ini adalah proses panjang.