1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
SejarahGlobal

Permainan Video Komputer dan Narasi Holocaust

14 November 2023

Video game sering menampilkan tentang Nazi, tetapi jarang fokus pada kejahatan mereka. Beberapa pengembang kini menciptakan game yang tidak mengabaikan kengerian Holocaust, hal yang dulu tabu di industri ini.

https://p.dw.com/p/4YkLU
Adegan game video The Light in the Darkness
Adegan game video The Light in the DarknessFoto: Luc Bernard

Paris, Juli 1940. Seorang anak melihat ke luar jendela. Orang-orang lewat di jalan sambil membawa kotak dan koper. "Apakah kita akan melarikan diri?” Samuel bertanya pada orang tuanya. "Tidak," jawab ayahnya. "Kita akan tetap di sini.” Orangtua menyuruh Samuel masuk ke kamarnya. Dari kamar dia mendengar percakapan orang tuanya. "Ini tidak aman," kata ibunya. "Kita bisa mati kalau tetap di sini.”

Ayahnya terdengar menjawab: "Kita tidak punya tempat tujuan. Pilihan apa yang kita punya?” Keluarga Yahudi itu kemudian terpisah-pisah. Sang ayah dideportasi, kemudian sang ibu, dan terakhir sang anak lelaki. Semuanya dijebloskan ke kamp konsentrasi Nazi di Auschwitz.

Video game "The Light in the Darkness" memutar kredit penutup yang menyertakan foto hitam putih anak-anak yang tidak selamat dari Holocaust. Lebih dari enam juta orang Yahudi dibunuh oleh Nazi dalam peristiwa itu.

"Saya tidak bisa melupakan 6 juta orang yang meninggal. Saya tidak bisa melupakannya,” kata Luc Bernard kepada DW. "Saya ingat mereka yang meninggal… Karena bagi saya mereka adalah keluarga, teman, tetangga, dan warga negara kita."

Dibesarkan di Prancis, Luc Bernard sekarang tinggal di AS. Dia berprofesi sebagai pengembang game dan menciptakan "The Light in the Darkness" hampir seluruhnya sendirian. Dia memang sudah lama bertekad mengerjakan proyek ini, dan telah memulainya sejak tahun 2008. Perlu waktu hampir 15 tahun sebelum dia akhirnya bisa merilis game itu.

Bagaimana kesadaran Holocaust dapat menjangkau generasi muda?

Ada begitu banyak cerita pertempran Perang Dunia II di dunia game komputer, tapi tidak ada satupun yang bertema Holocaust, kata Luc Bernard. Motivasinya antara lain karena meningkatnya anti-Semitisme di seluruh dunia. "Saya pikir hal ini akan terus bertambah buruk. Kecuali kita mengubah cara kita menyadarkan dunia tentang Holocaust."

Semakin banyak waktu berlalu sejak Holocaust, semakin sulit untuk menciptakan kesadaran sosial mengenai pembunuhan massal terhadap orang Yahudi itu, kata Luc Bernard. Dia ingin menggunakan permainan komputernya untuk menarik perhatian generasi muda terhadap sejarah gelap itu. Sejarah keluarga Luc Bernard sendiri dipengaruhi oleh Nazi. Neneknya yang berkebangsaan Inggris, yang suami pertamanya adalah seorang Yahudi-Jerman, merawat anak-anak Yahudi yang dilarikan ke tempat aman dari Jerman ke Inggris antara tahun 1938 dan 1939. Prakarsa "Kindertransport" (Transportasi Anak) ketika itu adalah upaya penyelamatan terorganisir untuk anak-anak.

Meskipun Perang Dunia II selama beberapa dekade telah menjadi salah satu latar sejarah paling populer untuk video game, terutama dalam genre strategi pertempuran dan tembak-menembak, kisah-kisah ini biasanya diceritakan dari sudut pandang militer. Para pemainnya adalah tentara Angkatan Darat AS yang heroik, yang menyelamatkan dunia dari Nazi, atau mereka memimpin pasukan dalam pertempuran.

Namun ada satu aspek sejarah utama yang hampir selalu tidak disebutkan dan lama menjadi hal tabu dalam dunia industri ini: pembunuhan massal Nazi terhadap orang-orang Yahudi dan warga lainnya di Eropa, yang dianggap "rendah dan tidak layak hidup".

Kekejaman Nazi di permainan video komputer The Light in the Darkness
Kekejaman Nazi di permainan video komputer The Light in the DarknessFoto: Luc Bernard

Media interaktif tawarkan bentuk narasi baru

Christian Huberts dari Foundation for Digital Games Culture ingin mendorong pengembang untuk memiliki kepekaan yang lebih besar terhadap topik ini. Dia mengatakan kepada DW bahwa meskipun satu dekade yang lalu mungkin tidak terpikirkan untuk menampilkan kejahatan Nazi dalam video game, namun kini telah terjadi pergeseran dalam industri game. Pada saat yang sama, game adalah media hiburan utama bagi lebih dari separuh generasi Milenial. "Jadi mengapa tidak menghubungkan peringatan Holocaust dengan permainan?", tanya Huberts

Video game adalah cara yang baik untuk belajar, kata Christian Huberts, karena bisa memberikan kesempatan untuk merasakan secara langsung, tidak hanya ruang dan lanskap bersejarah, namun juga bagaimana sistem politik bekerja. Misalnya, jika para pemain diberi lebih sedikit kesempatan untuk campur tangan dalam suatu plot, mereka akan mengetahui "bagaimana sistem politik fasis dapat menyebarkan kekuasaannya, bagaimana hak-hak (warga) tiba-tiba hilang,” jelasnya.

Sebagian besar pemain game cenderung mengabaikan game yang dianggap terlalu "serius". Itu sebabnya studio Paintbucket Games yang berbasis di Berlin mengambil pendekatan berbeda. Pendirinya, Jörg Friedrich dan Sebastian Schulz, ingin membuat game yang beda dari game pada umumnya. Mereka berada di balik permainan strategi "Through the Darkest of Times", yang dirilis 2020. Dalam game itu, pemain memimpin kelompok perlawanan warga sipil yang berperang melawan rezim Nazi antara tahun 1933 hingga 1945.

Dalam game detektif "The Darkest Files", yang dirilis tahun 2023, para pemain berperan sebagai jaksa fiksi yang mengungkap kejahatan Nazi yang sebenarnya. Bosnya adalah Fritz Bauer (1903-1968), yang memainkan peran penting dalam meluncurkan Pengadilan Auschwitz di Frankfurt.

"Kami tidak mencoba memproduksi perangkat lunak yang bersifat menegur, memberi moral, dan memberikan instruksi,” kata Jörg Friedrich kepada DW. "Kami ingin menciptakan sebuah game yang menarik, mengasyikkan dan memikat, yang memberikan perhatian yang seharusnya pada topik yang sudah lama diabaikan dalam game."

Video game tidak akan menggantikan buku, pameran, dan dokumenter tentang Holocaust. Namun game bisa menjadi pelengkap yang baik dan berpotensi menjangkau orang-orang yang kurang menaruh perhatian pada peristiwa Holocaust, kata Luc Bernard.

(hp/as)