1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Pertama Kalinya 85,000 Penyandang Disabilitas Jerman Memilih

Elizabeth Schumacher
20 September 2021

Jerman memutuskan pada tahun 2019 bahwa penyandang disabilitas dewasa yang memiliki wali sah tidak boleh lagi dilarang ikut serta dalam pemilu. Sekarang banyak dari penyandang disabilitas akan memilih untuk pertama kali.

https://p.dw.com/p/40XkH
Hannah Kauschke
Foto: Grzegorz Szymanowski

Hannah Kauschke, seorang penyandang disabilitas, bersemangat untuk memberikan suaranya dalam pemilu Jerman kali ini. Di usianya yang 30 tahun, pemilu tahun ini merupakan yang pertama baginya.

"Saya benar-benar menantikannya," kata Kauschke, seraya menambahkan "pemerintah benar-benar dapat memberikan lebih banyak hak kepada penyandang disabilitas di Jerman lebih cepat. Kami memiliki pendapat kami sendiri."

Bagi Kauschke, salah satu topik terpenting yang perlu ditangani Jerman adalah soal isu lingkungan, terutama setelah bencana banjir melanda bagian barat negara itu pada Juli lalu. Harapan terbesarnya untuk pemerintahan baru adalah agar pemerintah mendengarkan suara penyandang disabilitas dan menganggapnya serius.

Kauschke bekerja di bagian penyimpanan di sebuah pasar swalayan organik di Nuremberg. Ia bertugas menyortir produk di sana. Wali sah Kauschke adalah ibunya. Di Jerman, wali sah bagi penyandang disabilitas diperlukan untuk membantu mereka terkait kebutuhan birokrasi dan mengatur urusan rumah tangga atau keuangan.

Ada surat suara khusus untuk tunanetra di Jerman
Ada surat suara khusus untuk tunanetra di JermanFoto: picture-alliance/dpa/D. Fiedler

'Tanpa inklusif, tidak ada demokrasi'

Butuh upaya terkonsentrasi dari para aktivis dan LSM selama beberapa dekade agar para penyandang disabilitas mendapatkan hak suara mereka.

"Politisi bisa mengubah undang-undang kapan saja," kata Peer Brocke, juru bicara organisasi Lebenshilfe, LSM terbesar di Jerman yang mengadvokasi penyandang disabilitas. "Butuh mengajukan gugatan untuk sampai ke posisi kita saat ini."

Brocke menjelaskan bahwa partai-partai kecil, seperti Parat Hijau, Partai Kiri, serta Partai Sosial Demokrat (SPD) telah menyuarakan dukungan mereka untuk memberikan hak pilih kepada semua orang dewasa Jerman. "Tetapi banyak anggota di CDU menghentikannya. SPD mengatakan mereka akan mengajukan langkah sebelum pemilu 2013, tetapi setelah mereka berkoalisi dengan CDU, mereka membatalkannya."

CDU sendiri adalah partai yang dipimpin Kanselir Jerman Angela Merkel. Brocke mengatakan alasan CDU membatalkan hak suara penyandang disabilitas adalah CDU berasumsi bahwa "orang dewasa dengan wali tidak dapat membentuk pendapat mereka sendiri." Selain itu, CDU mengklaim suara mereka yang dikirim melalui pos dapat dimanipulasi, yang mana menurut Brocke, kemungkinan tersebut juga akan berlaku untuk pemilih yang sangat tua yang menggunakan hak pilihnya melalui surat.

Jürgen Dusel, Komisaris Pemerintah Federal untuk Masalah Penyandang Disabilitas, juga menyatakan pendapat serupa.

"Kami mendengar argumen yang sama berulang kali, bahwa beberapa penyandang disabilitas tidak dapat membentuk pendapat mereka sendiri, atau memahami apa yang dipertaruhkan...argumen yang tidak berbeda dengan yang digunakan oleh penentang pemberian hak pilih kepada perempuan 100 tahun yang lalu," kata Dusel.

"Penyandang disabilitas bukanlah kelompok yang homogen...melarang beberapa orang untuk memilih bukan hanya tidak adil, tetapi juga inkonstitusional. Tanpa inklusi, tidak ada demokrasi," tambah Dusel.

Jürgen Dusel (kiri) memberi saran kepada pemerintah Jerman tentang kebijakan disabilitas
Jürgen Dusel (kiri) memberi saran kepada pemerintah Jerman tentang kebijakan disabilitasFoto: BMAS/Tom Maelsa

Bersama dengan badan amal Katolik, Caritas, Lebenshilfe membayar biaya hukum delapan warga Jerman penyandang disabilitas yang menggugat pemerintah federal atas hak mereka untuk memilih. Pengadilan tinggi Jerman kemudian membutuhkan waktu enam tahun untuk mengadili kasus tersebut.

Di tahun 2019 kedelapan penggugat akhirnya menang. Banyak yang merayakan dengan memberikan suaranya untuk pertama kalinya dalam pemilihan parlemen Eropa yang diselenggarakan tak lama kemudian.

Undang-undang baru tersebut pun berdampak terhadap puluhan ribu penyandang disabilitas, sehingga mereka memerlukan wali yang sah, yang telah dilarang memberikan suara berdasarkan kasus per kasus.

"Yang Anda butuhkan hanyalah kemauan untuk memilih dan Anda layak untuk melakukannya," kata Brocke, mengamati bahwa tidak ada yang menguji pengetahuan politik pemilih dewasa lainnya, atau menantang orang yang memberikan suara mereka hanya berdasarkan apakah mereka menyukai penampilan seseorang.

Sebuah studi dari Universitas Hamburg menemukan bahwa 6,2 juta orang dewasa di Jerman tidak dapat membaca atau menulis dengan benar. Meski begitu, tidak pernah ada seruan luas untuk mencabut hak kelompok ini.

Brocke menjelaskan bahwa surat suara tiba enam minggu sebelum pemilihan. Mereka diberi tahu bahwa pemungutan suara akan segera diselenggarakan dan diberikan penjelasan cara mengisi surat suara, baik di tempat pemungutan suara atau melalui pos. Penjelasan ini tersedia dalam bahasa yang lebih sederhana bagi mereka yang membutuhkan.

Beberapa mungkin memerlukan bantuan tambahan untuk mengisi surat suara mereka, tetapi Brocke percaya bahwa tidak akan terjadi manipulasi luas yang berujung tindak pidana dalam sistem ini. "Siapa yang akan mengambil risiko hingga empat tahun penjara untuk satu suara?" Dia bertanya.

Dibayangi masa lalu

Jerman memiliki masa lalu yang kelam dalam hal hak-hak disabilitas. Rezim Nazi membunuh hampir 300.000 penyandang disabilitas.

Dusel pun menegaskan bahwa orang Jerman memiliki tanggung jawab khusus untuk tidak "mendefinisikan penyandang disabilitas berdasarkan kekurangan yang mereka rasakan."

Bahkan saat ini, Jerman tertinggal jauh di belakang banyak sekutunya. Di AS, Inggris, dan Prancis, misalnya, orang-orang di bawah perwalian telah lama memiliki hak untuk memilih.

Selain itu, Jerman juga melanggar tanggung jawabnya sebagai penandatangan konvensi PBB tahun 2009 tentang hak-hak penyandang disabilitas.

Jerman juga masih mempertahankan sistem pendidikan yang memisahkan banyak anak penyandang disabilitas, sesuatu yang telah dihapus di AS dan Inggris beberapa dekade lalu.

Kauschke mengatakan "sangat tidak adil" bahwa dia tidak diizinkan untuk memilih dalam pemilihan federal Jerman sebelum akhirnya peraturan kini mengizinkan.

(Ed: rap/)