1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Kesehatan

Polusi Udara Turunkan Kemampuan Belajar Siswa

30 Agustus 2018

Polusi udara tidak hanya berdampak buruk bagi kesehatan pernapasan, tetapi juga bisa hambat siswa dalam mengembangkan kemampuan matematika dan berbahasa. Temuan ini diungkap dalam studi di Cina dan Amerika Serikat.

https://p.dw.com/p/342pd
China Smog in Baoding
Foto: picture-alliance/dpa/Imaginechina

Demikian penemuan sebuah studi terbaru oleh para peneliti dari Cina dan Amerika Serikat yang dipublikasikan dalam jurnal Proceedings of the National Academy of Sciences, Senin (27/8).

Dalam penelitian ini, ilmuwan membandingkan hasil ujian nasional tahun 2010 dan 2014 yang dilakukan oleh 32.000 perempuan dan laki-laki di berbagai propinsi di Cina.

Mereka mencoba mendokumentasikan bagaimana paparan polusi jangka pendek dan panjang dapat mempengaruhi nilai dan kemampuan kerja otak para peserta tes.

Data yang diteliti mencakup informasi tentang di mana dan kapan responden mengambil tes, kemudian para peneliti membandingkan nilai tes dengan indeks polusi udara resmi di daerah itu.

Dengan membandingkan skor dari tahun 2014 hingga 2010, para peneliti menemukan bahwa semakin tinggi konsentrasi polutan, semakin tajam penurunan nilai tes.

Mereka menemukan bahwa skor verbal dan matematika menurun pada paparan polusi udara yang lebih besar. Skor verbal juga ditemukan turun lebih rendah dibandingkan dengan skor matematika. 

Penelitian ini juga menemukan bahwa penurunan skor verbal lebih menonjol di antara pria dibandingkan wanita, dengan perbedaan gender lebih besar di antara yang kurang berpendidikan.

Kemampuan konsentrasi menurun

Studi yang sama juga mengungkapkan pengaruh kabut asap terhadap orang lanjut usia dan menemukan hubungan antara rendahnya kualitas udara dengan penurunan kemampuan kognitif dan kasus Alzheimer.

“Dampak tidak langsung dari polusi udara terhadap kesejahteraan sosial bisa jadi lebih besar daripada yang diperkirakan sebelumnya," kata Zhang Xiaobo, pemimpin riset tersebut dan juga ekonom di Universitas Peking di Beijing.

Zhang juga merupakan rekan peneliti senior di Institut Riset Kebijakan Pangan Internasional yang berada di Perancis.

Sebagai gambaran, berdasarkan data dari Asosiasi Alzheimer di Chicago, Amerika Serikat, penyakit Alzheimer sendiri pada 2015 membutuhkan biaya sebesar US$ 226 miliar.

Temuan ini sungguh memprihatinkan terutama bagi negara-negara berkembang, dimana polusi udara dapat dijumpai.

Menurut data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sebanyak 20 negara yang memiliki polusi udara terbesar adalah negara berkembang.

"Hasil penelitian di Cina yang merupakan negara berkembang dengan polusi udara terparah, juga bisa merepresentasikan negara berkembang lainnya," ujar Zhang.

ae (scmp, nytimes)