1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Kebebasan Pers

RSF: Puluhan Jurnalis Tewas dalam Serangan yang Ditargetkan

Sella Oneko
29 Desember 2020

Laporan tahunan kelompok advokasi media Reporters Without Borders (RSF) mengungkap setidaknya 50 jurnalis terenggut nyawanya saat bekerja pada tahun 2020. RSF memperingatkan soal peningkatan pembunuhan yang ditargetkan.

https://p.dw.com/p/3nIzn
Meksiko negara paling berbahaya bagi jurnalis
Meksiko menempati peringkat teratas sebagai negara yang paling berbahaya bagi jurnalisFoto: Felix Marquez/AP/dpa/picture alliance

"Saya kira tidak pernah semengerikan sekarang ini. Karena tampaknya semua jurnalis terancam," kata Najib Sharifi, ketua Komite Keamanan Jurnalis Afghanistan, dalam wawancara video dengan DW. Sharifi sangat sibuk beberapa minggu terakhir ini dan terlihat kelelahan.

"Dalam kurun waktu hanya enam minggu, kami telah kehilangan empat jurnalis," jelasnya. Mereka semua ditembak dan dibunuh dari jarak dekat, atau tewas saat bom yang dipasang di mobil mereka meledak.

Kelompok advokasi media Reporters without Borders (RSF) menuliskan bahwa tren yang terjadi di Afganistan juga serupa terjadi di negara-negara lain.

Laporan tersebut mencatat telah terjadi penurunan jumlah jurnalis yang meninggal saat melaporkan konflik bersenjata atau serangan teror, tetapi menunjukkan bahwa jumlah korban akibat pembunuhan yang ditargetkan terus meningkat. Empat puluh dari 50 jurnalis yang terbunuh tahun ini meninggal dengan pembunuhan yang ditargetkan.

Dalam kasus meninggalnya presenter TV perempuan Malala Maiwand, kelompok ISIS mengaku bertanggung jawab dalam serangan di Afganistan pada awal Desember tersebut.

Tetapi Sharifi mengatakan bahwa seringkali sulit untuk mengidentifikasi pelaku dan motif mereka. Sebelumnya, ISIS dan Taliban dianggap bertanggung jawab atas serangan semacam itu, namun sejak Taliban dan pemerintah Afganistan mengadakan pembicaraan damai, banyak hal menjadi kurang jelas setelahnya.

Maryam Marof, seorang jurnalis yang tinggal di Kabul, mengatakan kepada DW bahwa jurnalis perempuan menghadapi ancaman yang meningkat. "Musuh Afganistan takut bahwa generasi baru perempuan Afganistan akan menantang tabu yang mereka klaim sebagai bagian dari budaya Afganistan," katanya. 

Meksiko, India termasuk di antara 5 negara teratas yang berbahaya bagi jurnalis

Sekali lagi, Meksiko menduduki puncak daftar negara paling berbahaya bagi jurnalis. Setidaknya delapan jurnalis tewas di negara itu tahun ini, saat menyelidiki kejahatan terorganisir dan korupsi.

Sementara di Irak, tiga jurnalis meninggal saat meliput protes anti-pemerintah pada Januari 2020. Setidaknya satu dari mereka, menurut RSF, menjadi sasaran orang-orang bersenjata yang berusaha menghentikan media untuk melaporkan peristiwa tersebut.

Di Pakistan, jurnalis Zulfiqar Mandrani ditemukan tewas pada Mei. Hasil penyelidikan menunjukkan tanda-tanda penyiksaan di tubuhnya. Teman dan koleganya mengklaim kematiannya terkait dengan laporan Mandrani atas kasus narkoba yang diduga melibatkan petugas polisi.

India terdaftar sebagai salah satu dari lima negara paling berbahaya bagi jurnalis. Sejak tahun 2010, RSF telah mencatat hingga lima kematian jurnalis di India setiap tahunnya. Tahun ini, RSF telah melaporkan empat kasus yang diduga terkait dengan kelompok kejahatan terorganisir lokal.

Temuan RSF telah dikonfirmasi oleh pengawas hak asasi manusia media lainnya, seperti Komite untuk Melindungi Jurnalis (CPJ), yang mengatakan jurnalis India menghadapi pelecehan dan intimidasi dari para pelaku kriminal dan pejabat negara. CPJ menuntut penyelidikan menyeluruh atas pembunuhan jurnalis Rakesh Singh, yang tewas dalam serangan pembakaran pada akhir November.

"Pihak berwenang harus mengutuk kejahatan keji ini dan mengirimkan pesan yang jelas bahwa kekerasan terhadap jurnalis yang melaporkan korupsi tidak akan ditoleransi," kata Aliya Iftikhar, peneliti Asia senior CPJ.

Awal bulan ini, Iran mengeksekusi Ruhollah Zam yang berbasis di Prancis, dan menjadi eksekusi jurnalis pertama dalam 30 tahun, karena diduga memicu protes anti-pemerintah pada 2017 melalui saluran pesan pendek Telegram. Dia diculik dalam perjalanan ke Irak dan dipenjarakan di Iran.

RSF juga mencatat ratusan jurnalis kehilangan nyawa tahun ini karena COVID-19. Beberapa dari kematian para jurnalis ini berkaitan dengan tugas pemberitaan mereka. RSF mencatat tiga kasus serupa di Rusia, Mesir, dan Arab Saudi, yakni para wartawan ditangkap sehubungan dengan pekerjaan mereka dan kemudian meninggal akibat COVID-19 karena tidak diberi akses ke perawatan medis. (pkp/rap)