1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
PolitikIndia

Sanggupkah India Jembatani Konflik Antara Rusia dan Barat?

Murali Krishnan (New Delhi)
18 September 2023

Setelah KTT G20, India membangun posisi sebagai mitra netral bagi negara-negara yang saling bersaing. India ingin menjembatani konflik antara Rusia dan Barat, sanggupkah?

https://p.dw.com/p/4WN1n
PM India Nahendra Modi (kiri) dan Presiden AS Joe Biden (kanan)
PM India Nahendra Modi (kiri) dan Presiden AS Joe Biden (kanan)Foto: Evan Vucci/AP/picture alliance

Saat berlangsungnya Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di New Delhi pekan lalu, India membujuk Amerika Serikat dan Eropa untuk melunakkan narasi dan pemilihan kata mereka mengenai invasi Rusia ke Ukraina. Ini dilakukan agar KTT tersebut dapat menghasilkan konsensus dalam mengatasi kekhawatiran negara-negara miskin, termasuk isu utang global, ketahanan pangan, krisis keuangan, dan pendanaan untuk isu-isu iklim.

Tanpa adanya perbedaan pendapat, 20 negara dengan perekonomian terbesar di dunia ini secara resmi mengadopsi deklarasi bersama. Bahasa yang digunakan dalam dokumen Delhi terhadap Rusia pun dinilai jauh lebih lembut dibandingkan kata-kata dalam Deklarasi Bali pada G20 tahun 2022. Setelah KTT G20 tahun ini, Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov menyatakan rasa puasnya. "Kami mampu mencegah upaya Barat untuk melakukan Ukrainaisasi agenda KTT tersebut," ujar Lavrov.

Putin berutang budi kepada Modi

Para pakar kebijakan luar negeri dan diplomat mengatakan, pertemuan puncak di New Delhi memperkuat citra India sebagai kekuatan diplomatik dan ekonomi yang sedang berkembang.

Selain itu, KTT ini dinilai sebagai indikasi kemampuan India untuk menyeimbangkan kemitraan historis  negara itu yang berlangsung stabil dengan Rusia, sekaligus membina hubungan dengan negara-negara Barat.

"Lebih dari sekadar menyeimbangkan hubungan penting, yang India coba lakukan secara geopolitik adalah menjembatani perpecahan. Hal ini berlaku baik pada perpecahan Timur-Barat maupun Utara-Selatan," kata mantan diplomat India, Ajay Bisaria, kepada DW.

"Selama perang Ukraina, India telah melakukan percakapan dengan Putin dan Zelenskyy, dan, pada saat yang sama, Perdana Menteri Modi juga berbicara secara rutin dengan para pemimpin barat seperti Biden dan Macron," kata Bisaria.

"Sering kali, pihak-pihak tersebut menggunakan India untuk menyampaikan pesan ke pihak lain." Bisaria mengatakan India berpotensi menjadi tempat perundingan perdamaian dalam perang Ukraina. 

Sementara mantan duta besar India untuk Prancis, Mohan Kumar, mengatakan kepada DW bahwa Rusia salah besar jika para pemimpinnya percaya negara-negara Selatan mendukung perang di Ukraina, karena banyak yang ingin konflik ini segera berakhir.

"KTT G20 di New Delhi telah memberikan bantuan kepada Rusia. Tidak menerima bantuan itu dan membuat perbedaan bagi perdamaian dunia artinya sama saja bunuh diri," kata Kumar. "Putin berhutang budi kepada Modi, dan mungkin India bisa menagihnya kembali pada waktu yang tepat di masa depan."

Setelah Rusia menginvasi Ukraina pada Februari 2022, India berada dalam dilema diplomatik, dengan mitra strategis utama di kedua pihak. India telah berulang kali menekankan bahwa mereka memandang hubungannya dengan Rusia dan Amerika Serikat sebagai independen satu sama lain, dan tidak akan membiarkan salah satu dari mereka mendikte kebijakan luar negerinya.

Sujan Chinoy, Direktur Jenderal Institut Studi dan Analisis Pertahanan Manohar Parrikar, kepada DW mengatakan, Barat dan Rusia "mungkin melihat manfaat dalam menyeimbangkan kepentingan geostrategis mereka yang lebih luas melalui negara yang kredibel seperti India, yang mewakili suara negara-negara Selatan."

Ada pergeseran pengaruh ke Global Selatan?

Inisiatif India selama masa kepresidenan di G20 termasuk menambahkan negara-negara Selatan ke dalam diskusi puncak dan mengundang Uni Afrika ke dalam blok tersebut.

"Jika KTT Delhi dibiarkan gagal karena kurangnya konsensus mengenai Ukraina, G20 sebagai sebuah forum bisa mengalami kerusakan yang tidak dapat diperbaiki dengan mengorbankan kelompok-kelompok seperti BRICS, yang telah berkembang," ujar mantan duta besar India untuk Prancis, Mohan Kumar. Ia merujuk pada kelompok ekonomi yang terdiri dari Brasil, Rusia, India, Cina dan Afrika Selatan (BRICS).

Jembatani dunia yang terpecah belah

Para analis mengatakan, India sedang mencoba memposisikan dirinya melawan pengaruh Cina yang semakin besar, dengan membangun hubungan baik dengan negara-negara Selatan dan Barat.

"Kontradiksi utama India saat ini adalah dengan Cina," kata C. Raja Mohan, peneliti senior di Asia Society Policy Institute, kepada DW. "Rusia adalah masalah peninggalan lama yang perlu ditangani. Tindakan penyeimbang yang dilakukan India adalah menciptakan tatanan baru atas keamanan Asia. Rusia tidak banyak membantu India dalam hal ini."

Forum G20 juga melemahkan klaim Cina sebagai perwakilan negara-negara Selatan, terutama dalam pengumuman Koridor Ekonomi India-Timur Tengah-Eropa, yang menyaingi Belt and Road Initiative yang digagas Cina.

"Bagi India, Barat adalah mitra dagang terpenting, sumber modal dan teknologi yang dominan, serta tujuan utama diaspora India," kata Mohan. "Kerja sama dengan G7 juga penting bagi India untuk secara efektif menghadapi tantangan yang semakin meningkat dari Cina."

Gurjit Singh, mantan duta besar India untuk Jerman, mengatakan kepada DW bahwa India memainkan "peran untuk menjembatani dunia yang terpecah belah."

"Kepemimpinan yang diambil India sebagai teman bicara utama antara negara-negara Selatan dan G7 sudah terlihat jelas," kata Singh.

(ae/as)