1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
PolitikRusia

Sebut Putin “Pembunuh”, Biden Picu Krisis Dengan Rusia

18 Maret 2021

Langkah Rusia memanggil duta besarnya menandai krisis diplomatik pertama di bawah pemerintahan baru AS. Sebelumnya Presiden Joe Biden menyebut Vladimir Putin sebagai seorang “pembunuh” yang harus “membayar” dosa-dosanya

https://p.dw.com/p/3qnJe
Presiden AS, Joe Biden (ki.) bersama Presiden Rusia, Vladimir Putin, dalam kunjungan sebagai wakil presiden AS di Moskow, Maret 2011.
Presiden AS, Joe Biden (ki.) bersama Presiden Rusia, Vladimir Putin, dalam kunjungan sebagai wakil presiden AS di Moskow, Maret 2011.Foto: Alexander Zemlianichenko/AP/dpa/picture alliance

Ucapan Joe Biden tersebut dilayangkan dalam sebuah wawancara ekslusif dengan stasiun televisi ABC News, Rabu (17/3). Presiden AS itu antara lain ditanya perihal laporan dinas rahasia soal upaya Rusia memengaruhi Pemilihan Umum 2020 demi memenangkan bekas Presiden Donald Trump. 

“Putin akan membayarnya,” kata presiden AS berusia 78 tahun itu. 

Biden juga mengamini tuduhan bahwa Putin adalah seorang “pembunuh”, karena diyakini memerintahkan upaya pembunuhan terhadap rival-rival politiknya.  

Wawancara itu dirilis ketika Kementerian Perdagangan AS menjatuhkan sanksi kepada Rusia menyusul upaya peracunan tokoh oposisi, Alexey Navalny

Moskow tarik pulang Dubesnya di Washington

Buntutnya Moskow menarik pulang duta besarnya di Washington, Antoly Antonov, Kamis (18/3). Dia “diundang pulang ke Moskow untuk sebuah konsultasi mengenai apa yang harusnya kami lakukan dan bagaimana bentuk hubungan dengan AS ke depannya,” tulis Kemenlu Rusia. 

Wakil Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Ryabkov mengatakan kepada kantor berita RIA Novosti,  “tanggungjawab atas memburuknya hubungan Rusia dan Amerika sepenuhnya berada pada pihak Amerika Serikat.” 

Sebaliknya di Washington, Kemenlu mengaku telah mengetahui langkah Rusia dan akan “tetap memantau tantangan yang ditampilkan Rusia dengan seksama.” 

Meski begitu seorang juru bicara Kemenlu di Washington mengatakan, duta besar AS akan tetap bertahan di Moskow, dengan harapan menjaga “terbukanya kanal komunikasi” untuk “mengurangi risiko salah perhitungan antara kedua negara.” 

Biden vs. Putin 

Kepada ABC, Presiden Biden mengaku sempat melakukan “pembicaraan panjang” dengan Putin setelah dilantik, Januari silam. “Saya mengatakan, ‘saya mengenal Anda dan Anda kenal saya. Jika saya meyakini (tuduhan) itu benar, maka bersiaplah,” kata dia. 

Pernyataan Biden berbanding kontras dengan pendahulunya. Ketika Trump ditanya apakah Putin seorang “pembunuh” oleh Fox News pada 2017 silam, dia menjawab, “ada banyak pembunuh, Anda kira negara kita tidak pernah berdosa?” 

Meski terkesan bermusuhan, Biden mengatakan “ada area lain di mana AS dan Rusia berkepentingan untuk bekerjasama.” Dia mengaku sudah berpengalaman berhadapan dengan “sangat banyak” pemimpin dunia, selama berkarir sebagai politisi. “Saya mengenalnya dengan baik,” tuturnya soal Putin. 

Biden mengatakan dirinya meyakini Putin tidak memiliki belas kasih. Ketika ditanya apakah penguasa Kremlin itu seorang pembunuh, dia menjawab singkat, “ya,” kepada ABC News. 

Atas komentarnya itu, juru bicara parlemen Rusia, Vyacheslav Volodin, melayangkan kecaman pedas. “Biden menghina bangsa Rusia. Serangan terhadap Putin adalah serupa dengan serangan terhadap negara kita.” 

Adapun juru bicara Kremlin, Dimitry Peskov, membantah tuduhan campur tangan Rusia dalam pemilu AS, sebagai “sama sekali tidak berdasar,” serta cuma dibuat sebagai alasan untuk menjatuhkan sanksi baru. 

Menurut laporan dinas intelijen, CIA, Putin dan pejabat tinggi Rusia lain “mengetahui dan kemungkinan ikut mengarahkan” operasi rahasia untuk menggerakkan warga AS memilih Trump, pada pemilihan umum November silam. 

Tuduhan serupa meruak pada pemilu sebelumnya, tahun 2016, ketika Trump mengalahkan kandidat Demokrat, Hillary Trump, meski membukukan perolehan suara yang lebih kecil.  

rzn/as (afp, rtr)