1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Survei: Jokowi-Prabowo Bersaing Ketat

27 Juni 2014

Dalam survei terkini tentang pemilihan presiden, perolehan suara Gubernur DKI Jakarta Joko "Jokowi" Widodo diprediksikan bersaing ketat dengan pimpinan Partai Gerindra, Prabowo Subianto.

https://p.dw.com/p/1CRFs
Foto: ROMEO GACAD/AFP/Getty Images

Para pengamat mengindikasikan, dukungan terhadap Jokowi terpukul keras oleh kampanye negatif agresif yang dilakukan pendukung Prabowo Subianto, pesaingnya. Ketatnya peluang itu membuat kepercayaan investor semakin berkurang dan semakin membebani nilai tukar Rupiah yang terus melemah. Nilai tukar Rupiah terhadap Dolar mencapai titik terendah dalam empat bulan terakhir.

Dalam jajak pendapat yang dilakukan oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia LIPI sebagai badan yang didanai pemerintah, pasangan Jokowi-Hatta unggul tipis di atas pasangan Prabowo-Hatta. Jajak pendapat itu dilakukan pada tanggal 5 hingga 34 Juni lalu, dengan mengambil 790 sampel. Hasil jajak pendapat itu menyebutkan, pasangan Jokowi-JK meraup 43 persen suara, sedangkan pasangan Prabowo-Hatta memperoleh 34 persen suara. Sebanyak 23 persen responden masih belum menentukan pilihan mereka.

Gencar di garis finish

Tim kampanye Jokowi sendiri mengatakan dalam dua pekan akan memperkuat kampanye di tiga provinsi utama, yang diyakini bisa memperoleh target besar. Perolehan suara untuk Jokowi dipandang cukup rentan di provinsi besar, Jawa Barat, di mana partai Islam konservatif memiliki pengaruh yang kuat dan mendukung Prabowo, yang didukung tiga partai berbasis massa Islam.

Jajak pendapat terbaru sebagian besar menunjukkan Jokowi masih unggul, namun kesenjangan suaranya diperkirakan menipis dengan Prabowo. Akan tetapi, persentase massa mengambang juga cukup besar.

Pertaruhan ekonomi

Yang dipertaruhkan dalam pemilu kali ini adalah adalah kepemimpinan ekonomi terbesar di Asia Tenggara, di mana pertumbuhan yang cepat telah mulai jadi moderat dalam menghadapi penurunan harga untuk ekspor utama komoditas. Pemerintah dikritik telah gagal mempromosikan ekspor manufaktur dan besarnya subsidi BBM.

Besarnya subsidi BBM ini membuat siapa pun yang menjadi presiden akan memiliki sedikit ruang dalam pengelolaan anggaran, guna menerapkan banyak kebijakan yang mereka usulkan. Namun, kedua kandidat telah berjanji untuk mengurangi subsidi itu.

ap/ml (rtr)