1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Sosial

Perekonomian Masyarakat Karawang Terancam Tumpahan Minyak

26 Juli 2019

Sebanyak 29 kapal spill combat, kapal patroli, dan kapal pemadam kebakaran diterjunkan untuk mengatasi tumpahan minyak. Akibat insiden ini, banyak nelayan yang gagal melaut.

https://p.dw.com/p/3MlPO
Indonesien l Tankstelle der Firma Pertamina
Foto: Reuters/Beawiharta

Insiden tumpahnya minyak di perairan Kabupaten Karawang ini bermula pada 12 Juli lalu, ketika terjadi kebocoran gas pada salah satu sumur milik Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java (PHE ONWJ). Dua hari setelahnya operasi kerja PHE ONWJ pun terpaksa diberhentikan untuk mengevakuasi para pegawai, hingga akhirnya diketahui pada tanggal 18 Juli tumpahan minyak terlihat di perairan Kabupaten Karawang, 2 km dari bibir pantai.

"Kronologi pada 12 Juli pada pukul 01.30 dini hari pada saat melakukan re-entry dari drilling activity di sumur YYA-1 lalu muncul gelembung gas," ujar Dharmawan Samsu, Direktur Hulu PT. Pertamina dalam konferensi pers di kantornya kemarin (25/07).

Hal tersebut juga menyebabkan rig milik PHE ONWJ mengalami kemiringan sekitar delapan derajat. Dharmawan menyatakan bahwa Pertamina saat ini telah mengerahkan segala upaya untuk menangani insiden tersebut.

“Dalam menghadapi hal seperti ini, maka yang pertama harus dilakukan adalah keselamatan pekerja, masyarakat, dan lingkungan sekitar," ditekankan Dharmawan.  Ia menambahkan, inilah yang telah dilakukan dengan mengevakuasi para karyawan dan juga melindungi masyarakat, khususnya masyarakat nelayan dari potensi bahaya yang ada di sekitar, dan memastikan sekecil mungkin dampak lingkungan yang terjadi.

Pertamina sendiri telah menerjunkan 29 kapal spill combat, kapal patroli, dan menyiagakan kapal pemadam kebakaran untuk mengatasi tumpahan minyak. Selain itu oil boom, yakni alat untuk melokalisir tumpahan minyak di air juga telah dipasang di sejumlah titik, antara lain di jarak 700 m, 3 km, dan 3.5 km sepanjang garis pantai.

Boots & Coots, sebuah perusahaan layanan perbaikan asal Amerika juga telah digandeng Pertamina untuk menangani dampak pasca munculnya kebocoran gas di sumur migas YYA-1 milik PHE ONWJ. Perusahaan ini diketahui memiliki pengalaman, ketika menangani kasus serupa saat peristiwa bencana minyak di Teluk Meksiko, AS, akibat ledakan pengboran minyak lepas pantai Deepwater Horizon, tahun 2010 silam.

Baca juga: Bakteri Pemakan Hidrokarbon Bersihkan Cemaran Minyak di Laut

Dampak ekologi dan ekonomi

Kepada DW Indonesia, Manajer Kampanye Perkotaan dan Energi WALHI, Dwi Sawung, menyampaikan insiden ini berdampak terhadap perekonomian masyarakat yang menggantungkan hidupnya di sekitar perairan kabupaten Karawang.

Setidaknya ada tujuh desa yang terkena dampak tumpahan minyak mentah ini, antara lain Desa Pusakajaya Utara Kecamatan Cilebar, Desa Pakis Kecamatan Pakisjaya, Desa Sungaibuntu Kecamatan Pedes. Selain itu ada Desa Sedari dan Desa Cemarajaya Kecamatan Cibuaya serta Desa Tambaksari dan Tambaksumur Kecamatan Tirtajaya.

“Petambak juga terdampak akibat tumpahan minyak tersebut. Belum lagi nelayan yang mengalami kesulitan mendapatkan ikan di laut. Derita kerugian akibat tumpahan minyak pertamina ini berpengaruh secara ekologis dan ekonomis,” ujar Sawung dalam pernyataan tertulisnya kepada DW Indonesia.

Banyak biota laut yang mati akibat tumpahan minyak tersebut. Banyak nelayan harus berhenti melaut karena kemungkinan besar ikan yang akan ditangkap sudah tercemar limbah tumpahan minyak. Masyarakat pun untuk sementara waktu dihimbau agar tidak mengkonsumsi ikan hasil tangkapan karena khawatir berdampak buruk bagi kesehatan.

“Sejak kejadian itu, tangkapan sepi. Air lautnya bercampur minyak. Ikannya ada yang mati,” kata Mistam, salah seorang nelayan dikutip dari kantor berita Antara.

Sawung menyampaikan bahwa pihak Pertamina harus mengganti kerugian yang dialami masyarakat serta memperbaiki kerusakan ekosistem lingkungan sekitar.

“Penting dicatat, upaya pemulihan ekosistem merupakan bagian dari pertanggungjawaban mutlak korporasi, sebagaimana diatur dalam UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Memperhatikan banyaknya statement yang mengaitkan dengan human error dalam tragedi ini, kami mengingatkan bahwa dalam kasus lingkungan hidup, tuntutan dapat dijatuhkan kepada badan usaha (Pasal 116 UU PPLH 32/2009),” papar Sawung. 

Baca jugaKerusakan Jangka Panjang Bencana Tumpahan Minyak

Belajar dari kejadian Balikpapan

Menurut Sawung, Pertamina harus belajar dari kesalahan serupa sebelumnya, yakni insiden tumpahan minyak di Teluk Balikpapan pada Maret tahun 2018 silam. Menurutnya jika insiden di perairan Karawang disebabkan oleh human error, maka evaluasi terhadap standar operasional prosedur (SOP) mutlak diperlukan. Ia pun meminta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia untuk mengecek insiden ini lebih dalam.

“Apa yang ditemukan KLHK pada kasus pencemaran akibat tumpahan minyak di Balikpapan itu, cukup membuktikan terdapat beberapa pelanggaran yang dilakukan oleh Pertamina. Kami mengapresiasi gugatan KLHK terhadap peristiwa kebocoran minyak di Balikpapan dan semoga hal ini dilakukan terhadap tumpahan minyak di blok ONWJ,” jelas Sawung.

Baca jugaSiapa yang Bertanggungjawab Atas Tumpahan Minyak Balikpapan?

Waktu delapan pekan

Sejak tanggal 15 Juli, Pertamina pun telah menyatakan keadaan darurat dan sudah berkoordinasi dengan lembaga-lembaga pemerintahan terkait, seperti SKKMIGAS, Kementerian ESDM, serta Kementerian KLHK untuk mengatasi insiden ini.

Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan KLHK, M.R. Karliansyah, mengatakan pihaknya telah meminta Pertamina untuk fokus menutup kebocoran agar area tumpahan minyak tidak semakin meluas. Setidaknya dibutuhkan waktu delapan pekan untuk mengendalikan tumpahan minyak.  

Untuk menanggulangi, mereka (Pertamina) sudah meminta bantuan perusahaan lain. Tetapi untuk menyumbat di semen rencananya dengan gripwell agak miring. Ini butuh waktu pengangkutanl, juga untuk memasang alatnya. Jadi ketika diskusi kemarin disampaikan, ada kemungkinan, proses penutupan kebocoran baru bisa tuntas akhir Agustus, papar Karliansyah, seperti dilansir dari Detiknews.

Tumpahan minyak yang keluar saat ini diproyeksi sebanyak 3.000 barel per hari. Seperti disampaikan Dharmawan, Sumur YYA-1 memiliki rencana minimum produksi sebesar 3.000 barel minyak per hari dan 23 juta kaki kubik gas per hari (mmscfd).

Akibat insiden ini, Pemerintah Kabupaten Karawang pun menutup sejumlah tempat wisata pantai, di antaranya Pantai Tanjungpakis, Pantai Sedari, Pantai Pisangan, Samudera Baru, dan Pantai Pelangi. Tempat-tempat wisata tersebut nantinya akan kembali beroperasi jika kondisi pantai sudah benar-benar bersih.

rap/ml (dari berbagai sumber)