1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Indonesia Siaga Hadapi Ancaman Teror

10 Oktober 2012

Pemerintah Indonesia Rabu (10/10) mengumumkan status siaga terkait adanya “informasi yang bisa dipercaya“ tentang ancaman teror dalam peringatan sepuluh tahun bom Bali.

https://p.dw.com/p/16NVa
Foto: Reuters

Perdana Menteri Australia Julia Gillard akan menghadiri upacara pada hari Jumat (12/10) untuk mengenang 202 korban termasuk diantaranya 164 orang asing yang tewas terbunuh dalam serangan bom bunuh diri di dua cafe pada 12 Oktober 2002.

Pemboman yang dilakukan kelompok Jamaah Islamiyah yang terkait dengan Al-Qaeda itu telah membuka front perang melawan terorisme di Asia, satu tahun setelah serangan 11 September di Amerika dan merupakan pukulan telak bagi Australia yang kehilangan 88 warganya akibat aksi teror tersebut.

Ancaman Teror

“Berdasarkan informasi yang bisa dipercaya, para teroris telah merencanakan untuk menyasar peringatan bom Bali dengan sebuah serangan teror,“ kata Wakil Kepala Kepolisian Bali I Ketut Untung Yoga Ana.

“Pengamanan di semua titik masuk menuju Bali seperti bandar udara dan pelabuhan akan ditingkatkan,“ kata dia sambil menambahkan bahwa pengamanan kini berada pada tingkat tertinggi.

“Kami mengambil langkah-langkah keamanan di luar kebiasaan, menyusul adanya ancaman ini,“ kata dia setelah sebelumnya mengumumkan bahwa seribu personel kepolisian termasuk penembak jitu dan intelijen telah dikerahkan.

PM Australia Akan Hadiri Peringatan

Perdana Menteri Gillard direncanakan bakal menyampaikan pidato untuk mengenang warga Australia yang menjadi korban serangan atas Sari Club dan Paddy's Bar di pusat wisata Kuta Bali sepuluh tahun silam.

Menteri Dalam Negeri Australia Jason Clare lewat juru bicaranya mengatakan :“kami menyadari adanya resiko keamanan” dan kini bekerjasama dengan Indonesia untuk memastikan “semua tindakan pencegahan yang perlu diambil”.

Rekan-rekan dan keluarga para korban juga akan bertemu di Bali pada peringatan hari Jumat nanti di ground zero tempat terjadinya serangan untuk meletakkan bunga pada batu peringatan yang bertuliskan nama-nama mereka yang mati.

Serangan teror paling mematikan itu mendorong Indonesia memerangi kelompok jihadi dan menghancurkan perekonomian Bali yang sebagian besar bergantung pada sektor pariwisata.

Serangan pada tahun 2002, dan sebuah bom bunuh diri pada tahun 2005 yang menewaskan 20 orang yang sedang makan malam di pantai Jimbaran, menghancurkan industri pariwisata di pulau Dewata.

Bali Telah Pulih

Satu dekade berlalu, Bali kini telah pulih dan Indonesia mendapatkan pujian atas keberhasilannya atas tindakan keras terhadap kelompok teroris, yang membuat hampir semua pelaku utama pemboman itu dipenjara, dihukum mati atau tewas dalam penggerebekan.

Serangan besar terakhir terjadi di Indonesia pada tahun 2009 saat bom bunuh diri menyasar dua hotel bintang lima di Jakarta dan menewaskan sembilan orang. Kini lebih dari 700 anggota Jamaah Isamiyah telah dipenjara atau tewas di tangan polisi Indonesia.

Bali kini pulih dan memikat satu juta turis asal Australia tahun ini yang berbondong-bondong datang ke pulau yang masyarakatnya mayoritas beragama Hindu dan terkenal karena keramahan penduduk, pantainya yang masih asli dan kehidupan malam.

Meski telah pulih, namun kekejian serangan pada tahun 2002 itu telah melekat dalam ingatan masyarakat Indonesia, yang 38 diantaranya ikut menjadi korban serangan teror. Sikap siaga penuh kepolisian Rabu ini, telah menghidupkan kembali kenangan gelap sepuluh tahun silam.

“Bali dulu aman tapi kini tak ada yang tahu,” kata seorang pengusaha Hotel bernama Boy Harlin yang kawannya mengalami luka bakar parah dalam pemboman tahun 2002 tersebut.

“Saya berada di industri perhotelan dan semua klien saya pergi setelah serangan, jadi saya tidak mengharapkan lagi adanya serangan lain.

Ancaman Belum Usai

Bagi banyak orang Australia, pemboman itu adalah sebuah serangan langsung bagi negara mereka. Baru-baru ini Perdana Menterui Gillard menggambarkan peristiwa itu sebagai “sebuah kejadian horror yang memiliki efek mendalam bagi bangsa Australia”.

“Peringatan ini adalah langkah lain dalam perjalanan, karena itu adalah sesuatu yang tidak akan pernah hilang,” kata Keith Pearce, 65 tahun yang khusus terbang dari Perth bersama sekitar 30 anggota klub sepakbola Australia yang kehilangan tujuh pemain mudanya dalam tragedi sepuluh tahun silam.

“Setiap tahun saat kami mengenang, anda lihat ke dalam mata anak-anak itu dan anda bisa melihat bahwa teror itu (Bom Bali-red) masih segar dalam ingatan mereka.“

Ada pula kekhawatiran bahwa meskipun kini lemah, namun Jamaah Islamiyah masih jauh dari kekalahan. “Ancaman saat ini di Indonesia ada dalam skala berbeda dari sepuluh tahun lalu,“ kata direktur International Crisis Group ICG untuk Asia Jim Della-Giacoma.

“Namun penggerebekan terakhir yang dilakukan polisi atas para tersangka teroris menunjukkan bahwa ancaman itu masih berlanjut dan di luar sana masih banyak pikiran dan ideologi radikal.“

AB/AS (afp,dpa,rtr)