1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

281011 NATO Libyen

28 Oktober 2011

NATO mengakhiri misi militernya di Libya, Senin mendatang (31/10). Keputusan itu diambil oleh Dewan NATO, Jumat (28/10). Sekretaris Jenderal Anders Fogh Rasmussen menarik neraca positif operasi militer NATO itu.

https://p.dw.com/p/131Km
Sekjen NATO Anders Fogh Rasmussen (Foto: dapd)
Sekjen NATO Anders Fogh RasmussenFoto: dapd

Penugasan NATO di Libya berlangsung selama tujuh bulan. Tujuan yang sudah dijelaskan adalah melindungi warga sipil dari kekerasan. Kekerasan yang dilancarkan milisi mantan penguasa Muammar al Gaddafi. Sekarang Gaddafi sudah tewas, Libya sudah bebas, begitu ungkap Dewan Transisi Nasional NTC dengan gembira. Kini NATO menarik konsekuensi bahwa misi berakhir bersamaan dengan berakhirnya mandat dari Dewan Keamanan PBB.

"Karena tugas militer sudah dilakukan, " kata Sekjen NATO Anders Fogh Rasmussen.

Sekitar 26.000 kali sejak Maret tahun ini pesawat tempur aliansi militer Atlantik Utara mengudara di atas Libya. Tujuannya untuk menerapkan larangan terbang di negara itu, untuk mencegah pengiriman senjata, dan membombardir pasukan, struktur komando dan gudang senjata Gaddafi. Operasi militer itu dinamai "Serikat Pelindung".

Walaupun tidak semua 28 anggota NATO terlibat dalam operasi itu, misalnya Jerman sama sekali tidak terlibat langsung dalam sektor operasional. Tapi, Rasmussen menarik kesimpulan bahwa operasi itu merupakan salah satu penugasan tersukses dalam sejarah NATO.

Pasukan NTC dari Sirte disambut di gerbang Al Guwarsha, Benghazi, Libya.(Foto: AP/dapd)
Pasukan NTC dari Sirte disambut di gerbang Al Guwarsha, Benghazi, Libya.Foto: dapd

Menurut Rasmussen, NATO bertindak lebih cepat dari biasanya. Hanya diperlukan beberapan hari hingga mereka mengambil alih komando. Lebih lanjut Rasmussen mengatakan bahwa proses operasinya dijalankan lebih tepat, terbukti dari sedikitnya jumlah warga sipil yang tewas akibat serangan NATO. Rasmussen menambahkan, sekarang waktunya warga Libya membangun demokrasi.

"Tentu banyak yang harus dilakukan untuk membangun Libya yang baru, yang berpijak pada rekonsiliasi, penegakan hak azasi manusia dan negara hukum," tegasnya.

Rasmussen juga mengatakan NATO siap untuk membantu, tapi hanya jika bantuan itu benar-benar diperlukan. Misalnya untuk mereformasi aparat keamanan dan pertahanan. Tapi NATO tidak akan memainkan peranan penting di Libya. Karena menurut sekretaris Jenderal NATO, hal itu adalah tugas PBB dan Uni Eropa.

Birgit Schmeitzner/Luky Setyarini

Editor: Christa Saloh