1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Tunisia, Satu Tahun Setelah Revolusi

Beate Hinrichs13 Januari 2012

Tunisia mengalami tahun-tahun bergolak yang akhirnya memaksa diktator Zine el-Abidin Ben Ali melarikan diri pada 14 Januari 2011. Bagaimana Tunisia, setahun setelah Ben Ali melarikan diri?

https://p.dw.com/p/13jYQ
Setelah kebebasan rakyat Tunisia kini mendambakan perbaikan ekonomiFoto: picture-alliance/dpa

Sesuatu yang tak pernah diharapkan presiden baru Tunisia Moncef Marzouki: kerumunan orang yang marah sambil berteriak menyoraki: "dégagé!", yang artinya pergi jauh. Baru setahun setelah era diktator Zine el-Abidin Ben Ali berlalu. Tapi di sini, Kasserine, yang terletak di Selatan Tunisia, rakyat kecewa dengan tim politik baru Tunisia.

Presiden Marzouki dan Perdana Menteri Hamadi Jebali, merasakan itu saat berkunjung ke sana. Di hadapan monumen martir revolusi, masih tergeletak karangan bunga, dan mereka terpaksa membatalkan kunjungan.

Di sini, di Tunisia, setahun setelah Ben Ali tumbang, masih ada aksi duduk mogok. Khususnya di daerah terbelakang di bagian selatan, yang masih terbuai suasana revolusi, perasaan pahit itu lebih terasa. Banyak orang Tunisia mengeluh bahwa ekonomi saat ini lebih buruk dibanding sebelumnya. Juga di Gafsa, kota miskin yang memiliki tambang fosfat. Di sini, tingkat pengangguran lebih dari 40 persen. Di Gafsa warga menuntut agar hasil tambang dari daerah itu betul-betul bisa dirasakan manfaatnya oleh masyarakat sekitar.

Pemerintah baru Tunisia telah berjanji akan membangun rumah sakit, sekolah dan jalan di tempat-tempat yang diabaikan seperti Gafsa. Ekonom Azzam Mahjoub mengatakan, keputusan mengenai waktu dan keputusan yang tepat mengenai Tunisia baru, akan butuh waktu "Di Tunisia, demokrasi hanya terjadi jika ada pembangunan. Jika rakyat merasa bahwa negeri ini berjalan di rel yang benar, mereka akan sedikit bersabar. Namun jika mereka menyadari bahwa tidak ada yang berubah, maka situasinya akan menjadi sulit“.

Tapi kekecewaan lebih besar dari kesabaran. Sebuah lingkaran setan kata Azzam Mahjoub: 20 persen angkatan kerja di Tunisia adalah pengangguran. Anak muda dan kaum profesional terampil, tidak dapat pekerjaan. Pariwisata anjlok, ekonomi mandek dan investor menjauh. Ini adalah konsekuensi dari krisis keuangan. Tapi di atas itu semua, ini adalah konsekuensi dari revolusi: sebuah harga yang mahal untuk kebebasan.

Setahun yang lalu, seorang pedagang toko kelontong bernama Mohammed Bouazizi yang frustasi menyampaikan protes dengan membakar diri, dan akhirnya menyulut revolusi. Beberapa hari lalu, ada lagi seorang pengangguran yang meninggal di Gafsa setelah menyiram tubuhnya dengan bensin dan membakar diri.

Mungkin, orang yang pesimis akan bilang bahwa sejarah akan berulang. Karena kesengsaraan ekonomi, rakyat Tunisia setahun yang lalu turun ke jalan. Kini mereka kembali berdemonstrasi, saat pemerintah bekerja menstabilkan kondisi. Negeri ini butuh struktur demokrasi yang bisa dipercaya kata Presiden Moncef Marzouki. Itu adalah syarat paling penting untuk membawa kesuksesan bagi revolusi "Ada demonstrasi, tapi negeri ini terus bergerak meski menghadapi masalah besar. Saya mencoba menjelaskan kepada rakyat Tunisia, bahwa kita butuh stabilitas politik, supaya para investor kembali datang. Dan saya tahu bahwa mereka siap, tapi jika rakyat…di sini terus memicu suasana yang bergolak, mereka mereka akan merugikan diri sendiri".

Andy Budiman

Editor: Ayu Purwaningsih