1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
BencanaCina

Badai Topan Haikui di Cina Melemah, Memasuki Hari Ketujuh

11 September 2023

Hujan deras dari topan yang melanda Cina memasuki hari ketujuh, masih banyak warga terdampar akibat banjir yang belum mereda.

https://p.dw.com/p/4WBAo
Efek badai dan curah hujan lebat di Dongguan, Cina
Seorang perempuan berjalan melewati lumpur dan puing-puing setelah hujan lebat membanjiri kota Tangxia di Dongguan, CinaFoto: Aly Song/REUTERS

Hujan deras dari topan yang menghantam wilayah selatan Cina itu memasuki hari ketujuh, di mana awan badai mulai bergerak lambat melewati Guangdong di pesisir Cina ke wilayah Guangxi. Namun sisaan topan masih membanjiri daerah dataran rendah, memblokir jalanan, dan tidak sedikit pula warga yang masih terjebak.

Di daerah pedesaan Bobai, Guangxi, tim penyelamat dengan kapal-kapal serbu telah berjuang untuk mengevakuasi warga ke tempat yang lebih aman sejak Minggu (10/09) malam, ketika air setinggi lebih dari 2 meter menyebabkan warga terdampar di rumah-rumah dataran rendah, demikian laporan media pemerintah Cina pada hari Senin (11/09).

 Efek dari curah hujan lebat di Dongguan, Cina.
Seorang pria mengendarai skuter melewati lumpur dan puing-puing akibat terjangan banjir besar di CinaFoto: Aly Song/REUTERS

Hujan lebat diprediksi masih akan terus berlanjut

Topan Haikui memang sudah mulai melemah, dari topan menjadi badai tropis, sejak mendarat di provinsi Fujian pada tanggal 5 September lalu. Namun, sisa-sisa sirkulasinya terus menimbulkan malapetaka di wilayah Cina selatan, seperti kota padat penduduk di Shenzhen yang diguyur hujan terberat. Negara tetangganya, Hong Kong, juga dihujani badai terburuk dalam 140 tahun terakhir.

Para ilmuwan memperingatkan bahwa topan yang menghantam Cina akan menjadi lebih kuat dan jalurnya semakin kompleks, sehingga meningkatkan risiko bencana, bahkan di kota-kota pesisir seperti Shenzhen yang secara teratur menghadapi badai tropis dan telah memiliki kemampuan pertahanan banjir yang kuat.

"Topan yang bergerak jauh ke daratan memengaruhi wilayah yang secara historis kurang terpapar hujan lebat dan angin kencang, sering kali memiliki ketahanan bencana yang lebih rendah, yang menyebabkan kerugian yang lebih parah," kata Shao Sun, seorang ahli iklim di Universitas California, Irvine.

"Dalam kasus Shenzhen ini, bencana disebabkan oleh pergerakan lambat ke arah barat dari sirkulasi sisaan Topan Haikui, yang hampir stagnan pada posisi spasialnya dari sore hari tanggal 7 September hingga dini hari tanggal 8 September, dan "efek kereta api" dari curah hujan lebat yang terjadi menyebabkan bencana ini melebihi intensitas yang diharapkan," tambahnya.

Yang disebut "efek kereta api" itu mengacu pada efek kumulatif dari beberapa sistem awan konvektif, yang melewati suatu daerah secara berurutan, kemudian menghasilkan akumulasi curah hujan yang signifikan dan meningkatkan potensi curah hujan lebat atau bahkan ekstrem.

kp/hp (Reuters)