1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
SosialIndonesia

Merunut Matematika Konservasi ala Truly Santika

15 Juli 2022

Ketika dunia sibuk mengembangkan metode evaluasi untuk mengukur keberhasilan investasi iklim, seorang ahli matematika Indonesia di Eropa menjadi pionir dengan mengukur efisiensi dana konservasi orang utan.

https://p.dw.com/p/4EAkZ
Orangutan
OrangutanFoto: Sean White/Design Pics/picture alliance

Selama lima tahun Truly Santika berkutat dengan angka dan peristiwa. Pakar matematika Universitas Greenwich, Inggris, itu ingin mengukur tingkat efisiensi dana konservasi orang utan di Kalimantan, Sumatra dan Sabah selama 20 tahun terakhir.

Di ketiga wilayah, setidaknya satu miliar dolar AS berupa donasi internasional dan anggaran publik mengalir untuk perlindungan orangutan antara 2000 hingga 2019. Duit dialokasikan untuk enam strategi, yakni perlindungan habitat, patroli hutan, pemberdayaan masyarakat, riset, rehabilitasi dan reintroduksi orang utan. 

Menurut Truly, keampuhan strategi konservasi selama ini jarang dievaluasi. Minimnya pengawasan dinilai membahayakan, karena menghalangi transparansi dan penggunaan dana yang efisien. Hal ini menjadi isu besar di tengah krisis iklim.

Bersama ahli biologi Belanda, Erik Meijaard dan Julie Sherman, direktur lembaga konservasi, Wildlife Impact, Truly mengembangkan pemodelan spasio-temporal demi mengukur tingkat keberhasilan konvervasi orangutan di masing-masing wilayah.

Dr. Truly Santika
Dr. Truly SantikaFoto: privat

Aliran duit di kantung orang utan

Hambatan pertama dalam riset yang dipimpin Dr. Truly adalah ketersediaan data. Sebabnya, mereka  membutuhkan waktu lama untuk bisa mengumpulkan laporan keuangan semua lembaga konservasi orang utan yang aktif di Indonesia dan Malaysia.

Alokasi dana menurut strategi lalu dibandingkan dengan sejumlah parameter keberhasilan. Perlindungan Habitat misalnya dievaluasi berdasarkan regulasi dan manajemen lahan yang baik, serta penegakan hukum untuk mencegah kerusakan habitat.

Adapun strategi lain seperti Patroli Hutan diukur berdasarkan keberhasilan dalam mengurangi perburuan liar atau penebangan ilegal. Sementara Restorasi Habitat dinilai menurut skala penghijauan hutan dan rehabilitasi lahan gambut.

Keberhasilan sebuah proyek konservasi akhirnya ditentukan oleh seberapa besar potensi orang utan untuk berdiam dan bermukim di masing-masing wilayah. 

Truly dkk. menyimpulkan efektifitas pendanaan konservasi bergantung pada kondisi di kedua pulau, Kalimantan dan Sumatra. "Kalau di Kalimantan, tekanan deforestasi lebih besar dibandingkan dengan di Sumatra, karena masih banyak yang berada di luar wilayah konservasi.”

"Jadi prioritas untuk membiayai perlindungan habitat jadi lebih besar,” imbuhnya. Kesimpulan yang dibuat para ilmuwan itu sudah dipublikasikan di jurnal ilmiah, Current Biology, Februari 2022 silam.

Kiprah Jerman Selamatkan Orangutan Sumatra

Pengakuan internasional

"Dr. Santika adalah ahli matematika dan analis yang cemerlang,” kata Dr. Erik Meijaard, saintis kawakan yang kini bermukin di Brunei Darussalam, dalam jawabannya kepada DW. "Kolaborasi ilmiah antara saya dan Dr. Santika selama enam tahun terakhir menghasilkan pengetahuan yang tidak mungkin bisa saya dapatkan sendiri.”

Konservasi orang utan dan perlindungan habitat tidak bisa dibayangkan tanpa keterlibatan Truly Santika. Model statistik yang dia kembangkan ikut menopang sebagian besar studi dan riset tentang satwa dan habitatnya di Kalimantan, Sabah atau Sumatra.

"Kemampuan analisisnya juga luar biasa,” lanjut Meijaard, yang mengisahkan pengalamannya bekerja dengan Truly meneliti penyebab distribusi orangutan beberapa tahun silam. "Awalnya saya tidak memperkirakan bahwa analisis Dr. Santika akan membawa banyak pengetahuan, tapi saya sangat keliru,” tuturnya.

Truly sendiri mengaku "bukan orang konservasi. Saya adalah peneliti,” kata dia. "Karena awalnya saya adalah orang matematika. Saya suka analisis data,” imbuhnya.

Sejak 2020, Truly bekerja sebagai ahli biostatistika untuk Natural Ressource Institute (NRI), sebuah lembaga penelitian lingkungan hidup milik Greenwich University. 

Orangutan Melawan Buldozer

Empati sosial dalam sains

Hingga kini, Truly sudah memimpin beragam proyek riset lintas disiplin.Penelitiannya berpusar pada analisa spasial dan pemodelan statistik untuk mengevaluasi keberlanjutan program pangan, pertanian dan manajemen lahan, dengan menitikberatkan pada dampak sosial, ekonomi dan lingkungan.

Salah satu riset terbesarnya dibuat 2019 silam yang mengungkap dampak negatif perkebunan sawit bersertifikat RSPO terhadap kehidupan masyarakat tradisional. Dia juga rutin memberikan penyuluhan terhadap lembaga pemerintah dan LSM tentang manajemen lahan yang berkelanjutan. 

Sebab itu kinerja Truly dinilai berharga karena memiliki "latar belakangan kultural untuk memahami bagaimana cara terbaik bagi sains untuk mendorong perubahan pada pembuatan kebijakan atau opini publik,” kata Dr. Meijaard.

"Saya harap, pemerintah Indonesia akan terus bisa mendukung saintis perempuan cemerlang seperti Dr. Santika dengan menyediakan beasiswa dan pembinaan,” katanya, "dan terutama menghargai kinera mereka dalam menghadapi tantangan-tantangan serius di Indonesia.”

Selamatkan Orangutan dari Ekspansi Industri dan Virus

Jalan berliku saintis perempuan

Pengakuan tersebut tergolong istimewa bagi saintis perempuan Indonesia, yang seringkali menghadapi kenyataan pahit, bahwa layar tidak selalu terkembang meski peluh bercucuran. 

Nasib serupa nyaris menghentikan karir Truly. "Setelah selesai matematika ITB, saya kesulitan mendapat beasiswa ke luar negeri,” kisahnya. 

"Beruntung saya mendapat kesempatan bekerja sebagai pramugari internasional selama lima tahun dengan Singapore Airlines. Dengan uang hasil kerja itu saya melamar gelar master di Australia.”

Dia melanjutkan studinya di Ilmu Statistik dan Riset Operasional di RMIT University, Australia, lalu mendapat beasiswa untuk gelar doktor di bidang Manajemen Sumber Daya dan Ilmu Lingkungan di Australian National University.

Truly sempat bekerja untuk University of Queensland di Australia, sebelum berlabuh di Eropa dan meriset di University of Kent, Inggris. 

"Kalau dilihat jalan hidup saya cendrung zig-zag, tidak lempeng,” ujarnya, sembari menegaskan, betapa "perempuan harus masuk ke dalam sains, karena kita bisa memberikan perspektif yang berbeda,” kata dia. 

"Pola pikir perempuan cendrung holistik dan kompleks, sementara laki-laki lebih terfokus. Dengan adanya dua model pemikiran seperti itu, kita bisa mengembangkan sains lebih baik ke depannya,” imbuhnya. (hp)