1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
TerorismeAsia

Bom Makassar: Protokol Penanganan Terorisme Tak Boleh Kendur

Rizki Akbar Putra
28 Maret 2021

Analis intelijen dan terorisme menilai momen jelang Paskah dimanfaatkan pelaku sebagai aksi perlawanan pada pihak berwenang yang tengah intens memberantas jaringan teror. Protokol penanganan terorisme diminta tak kendur.

https://p.dw.com/p/3rIIc
Foto situasi TKP bom bunuh diri Gereja Katedral di Kota Makassar
Foto situasi TKP bom bunuh diri Gereja Katedral di Kota MakassarFoto: Indra Abriyanto/AFP/Getty Images

Perihal peristiwa bom bunuh diri di sekitar Gerjeja Katedral di Kota Makassar, Sulawesi Selatan, Minggu (28/03) waktu setempat, analis intelijien dan terorisme Stanislaus Riyanta menduga kuat bahwa pelaku berasal dari kelompok Jamaah Ansharut Daulah (JAD).

“Dilihat dari karakteristik dan model aksinya, kemungkinan besar pelaku berasal dari kelompok Jamaah Ansharut Daulah. Kemungkinan ini berdasar atas model aksi yang sama dengan teror di Gereja Surabaya dan Polrestabes Medan,” ujar Stanislaus saat dihubungi DW Indonesia, Minggu (28/03) siang.

Stanislaus berpendapat bahwa aksi ini sebagai bentuk balas dendam atau perlawanan jaringan teror mengingat upaya penegak hukum kini yang sangat intens dalam memberantas jaringan teror. “Aksi ini bisa juga sebagai pesan dari kelompok teror yang semakin terdesak bahwa mereka masih eksis,” ungkapnya.

Ia menambahkan bahwa momen jelang perayaan Paskah dianggap pelaku sebagai momentum untuk melancarkan aksinya.

“Minggu Palma akan banyak umat yang beribadat dan pengamanan lebih longgar keamanannya daripada pada saat malam atau minggu Paskah,” jelas Stanislaus.

Polisi mengangkut body bag yang diduga berisikan potongan tubuh manusia
Polisi mengangkut body bag yang diduga berisikan potongan tubuh manusiaFoto: Masyudi S. Firmansyah/AP/picture alliance

Jokowi kutuk keras teror bom bunuh diri di Makassar

Menggapi peristiwa ini, Presiden RI Joko Widodo mengutuk aksi terror yang terjadi di Gereja Katedral di kota Makassar. Jokowi telah memerintahkan Kapolri untuk mengusut tuntas kasus tersebut dan membongkar jaringan pelaku teror hingga ke akarnya.

"Saya mengutuk keras aksi terorisme tersebut dan saya sudah memerintahkan Kapolri untuk mengusut tuntas jaringan-jaringan pelaku dan membongkar jaringan tersebut sampai ke akar-akarnya," kata Jokowi di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Minggu (28/03).

Jokowi menegaskan bahwa terorisme adalah kejahatan terhadap kemanusiaan dan tidak berkaitan dengan ajaran agama apa pun. “Semua ajaran agama menolak aksi teror apapun itu alasannya.”

Ia pun mengimbau masyarakat untuk tetap tenang dalam menjalankan ibadah. Ia juga menyampaikan bahwa negara menjamin “keamanan umat beragama untuk beribadah tanpa rasa takut.”

“Saya mengajak semua anggota masyarakat untuk bersama-sama memerangi terorisme, memerangi radikalisme yang bertentangan dengan nilai-nilai agama, nilai-nilai luhur kita sebagai bangsa yang menjunjung tinggi nilai-nilai ketuhanan dan menjunjung tinggi nilai-nilai kebinekaan,” tutur Jokowi.

Preside Joko Widodo mengutuk keras aksi teror yang terjadi di Makassar
Preside Joko Widodo mengutuk keras aksi teror yang terjadi di MakassarFoto: Biro Pers Sekretariat Presiden

Senada dengan Jokowi, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas menilai aksi bom bunuh diri di Massar sebagai tindakan keji yang menodai ketenangan hidup bermasyarakat dan jauh dari ajaran agama. "Apa pun motifnya, aksi ini tidak dibenarkan agama karena dampaknya tidak hanya pada diri sendiri juga sangat merugikan orang lain," ujar Yaqut dikutip dari detikcom, Minggu (28/03).

Tindakan pencegahan tidak boleh kendur

Sementara itu, Direktur Riset SETARA Institute Halili Hasan, menyampaikan bahwa peristiwa bom bunuh di Makassar merupakan sinyal keras bagi seluruh pihak, terutama pemerintah untuk tidak pernah kendur dalam “melaksanakan protokol penanganan ekstremisme-kekerasan, baik di ranah pencegahan maupun penindakan.”

Di tengah konsentrasi tinggi pemerintah dalam penanganan dampak pandemi, perhatian pada penanganan ekstremisme-kekerasan tetap tidak boleh berkurang,” terangnya dalam pernyataan tertulis yang diterima DW Indonesia, Minggu (28/03) siang.

Selain itu SETARA Institute juga mendesak pemerintah dan elemen masyarakat sipil di daerah untuk saling bekerja sama dalam melakukan tindakan pencegahan ekstremisme-kekerasan salah satunya dengan membangun linkungan yang toleran dan inklusif.

“Penerimaan atas kebinekaan merupakan prediktor utama bagi keberhasilan penanganan ekstremisme kekerasan dan bagi penguatan kebinekaan,” papar Halili.

Sebelumnya, bom bunuh diri meledak di depan Gereja Katedral Makassar pada pukul 10.28 WITA pada Minggu (28/03). Ledakan tersebut terjadi usai gelaran misa Minggu Palma selesai digelar di Gereja Katedral Makassar. Pelaku bom bunuh diri diduga dilakukan dua orang dengan menggunakan sepeda motor.

Akibat peristiwa ini, 14 orang mengalami luka-luka dan dua orang meninggal dunia.

“Ada ledakan pagi ini, terjadi di depan pintu gerbang Gereja Katedral, tentunya dengan adanya ledakan tadi dari pihak kepolisian, jajaran hadir ke TKP. Setelah kita lakukan olah TKP, mendapatkan informasi bahwa ada dua orang pelaku,” kata Kadiv Humas Polri, Irjen Argo Yuwono dalam konferensi persnya, Minggu (28/03).

rap/yp (dari berbagai sumber)