1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Ekonomi

Indonesia Protes Rencana Australia Tentang Yerusalem

16 Oktober 2018

Indonesia langsung bereaksi ketika PM Australia menyebutkan niatnya memindahkan kedutaan Australia di Israel ke Yerusalem. Muncul kekhawatiran bahwa fakta dagang bilateral bernilai 11 miliar Dolar AS dapat tertunda.

https://p.dw.com/p/36bWi
Australischer Premierminister in Indonesien Scott Morrison
Foto: picture-alliance/dpa/AAP/L. Coch

PM Australia Scott Morrison mengeluarkan pernyataan mengejutkan pada hari Selasa pagi (16/10). Perdana Menteri yang baru terpilih Agustus lalu tersebut menyebutkan negaranya "terbuka” atas kemungkinan untuk memindahkan kedutaan Australia di Israel ke Yerusalem, meski tetap berkomitmen dengan solusi dua negara, terkait posisi Palestina.

Tak lama berselang, Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi pun mengatakan posisi Indonesia atas Palestina, dan mengkritisi sikap Australia tersebut. "Two state solution adalah prinsip dasar yang harus dipegang, untuk terjadinya perdamaian berkelanjutan atara  Palestina dan Israel," ujar Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi dalam konferensi pers. 

Lebih lanjut usai melakukan pertemuan dengan Menteri Luar Negeri Palestina, Riyad al-Maliki yang berkunjung ke Jakarta, Retno Marsudi menyampaikan bahwa  "Indonesia telah meminta Australia dan negara-negara lain untuk terus mendukung proses perdamaian Palestina-Israel sesuai prinsip yang disepakati dan tidak mengambil langkah yang dapat mengancam proses perdamaian itu sendiri dan stabilitas keamanan dunia”. 

Selasa petang (16/10), Retno Marsudi pun bertemu dengan Duta Besar Australia yang berkedudukan di Jakarta untuk menanyakan secara langsung perihal pernyataan Australia terkait isu Palestina.  

Kenapa Australia bergantung?

Ada kekhawatiran yang muncul, sebagai reaksi atas niatan PM Scott Morrison tersebut maka Indonesia akan menunda perjanjian dagang bernilai sekitar 11 miliar Dolar AS. Wartawan ABC Australia di Jakarta mengungkapkan ia mendapat konfirmasi atas informasi ini dari salah seorang pejabat senior, dan bukan dari institusi pemerintah Indonesia.  

Menteri Perdagangan, Enggartiasto Lukita menampik adanya niatan Indonesia untuk membatalkan fakta perdagangan dengan Austrlia. Dalam pesan singkatnya kepada Reuters, Enggartiasto menyebutkan bahwa "tidak ada hal demikian,” sambil menambahkan bahwa perjanjian perdagangan itu tetap akan ditandatangani akhir tahun ini

Awal pembicaraan mengenai perdagangan bebas dengan Indonesia disepakati Agustus lalu ketika Scott Morrison melakukan kunjungan internasional pertamanya sebagai Perdana Menteri Australia. Proses perjanjian dagang biliteral itu telah berlangsung selama delapan tahun.

Petani gandum Australia akan menuai untung karena Indonesia bersedia menerima impor bebas tarif atas gandum  sebanyak 500.000 ton.  Perjanjian tersebut juga jadi lampu hijau bagi universitas dan sekolah tinggi Australia untuk membuka cabangnya di Indonesia. Sebagai timbal baliknya, Australia akan membuka akses yang luas untuk pekerja dari Indonesia serta mendukung industri kelapa sawit di tanah air.

Indonesia tidak sendirian

Reaksi keras tentang rencana pemindahan Kedutaan besar ke Yerusalem tidak hanya datang dari Indonesia. Negara-negara di semenanjung Arab juga menyuarakan keprihatinan yang sama. Duta Besar Mesir untuk Australia Mohammed Khairat menyebutkan, 13 negara Arab akan melakukan pertemuan di Canberra hari Selasa (16/10).

"Setiap keputusan demikian dapat merusak proses perdamaian…Ini dapat menimpulkan dampak yang sangat negatif atas hubungan Australia, tidak saja dengan negara-negara Arab tapi juga negara Islam lainnya ," ungkap Mohammed Khairat kepada ABC.

Sementara itu Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu melalui akun twitternya mencuit bahwa ia "sangat berterima kasih” atas kemungkinan perubahan kebijakan Australia tersebut.

Hingga kini Australia belum memutuskan secara resmi proposal PM Australia Scott Morrison tersebut. Komentar Morrison tersebut memang sarat muatan politik, sebab yang mengusulkan niatan tersebut adalah Dave Sharma, mantan duta besar Australia di Israel yang maju sebagai kandidat dalam pemilihan parlemen untuk Partai Liberal. PM Australia membutuhkan Sharma untuk meraih suara di distrik terkaya di Sydney, Wentworth yang mayoritas berpenduduk Yahudi. Jika Sharma kalah, maka pemerintahan Morisson akan kehilangan kekuatan di parlemen. 

Namun jika akhirnya Australia memutuskan memindahkan kedutaan besarnya di Israel ke Yerusalem, maka Negara Kangguru itu akan menjadi negara ketiga di dunia yang mendudukan negaranya di kawasan sengketa setelah Amerika Serikat dan Guatemala. April lalu keputusan AS untuk merelokasi kedutaannya telah menyebabkan bentrokan antara warga Palestina dengan pasukan Israel di perbatasan Gaza.

ts/hp (abc, dpa, ap, afp)