1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Penegakan Hukum

Kamboja Mulai Sidangkan Ratusan Aktivis Oposisi

26 November 2020

Pengadilan Kamboja pada hari Kamis (26/11) mulai menyidangkan hampir 130 aktivis yang dituduh berkhianat karena berpartisipasi dalam kegiatan politik selama tiga tahun terakhir.

https://p.dw.com/p/3lqD2
Perdana Menteri Kamboja Hun Sen
Perdana Menteri Kamboja Hun Sen yang telah berkuasa selama 35 tahun Foto: Getty Images/AFP

Kebanyakan dari para aktivis oposisi yang diadili di Pengadilan Kota Phnom Penh adalah mantan anggota atau pendukung Partai Penyelamat Nasional Kamboja (Cambodia National Rescue Party/CNRP).

Sebagai satu-satunya partai oposisi di parlemen, CNRP dinilai sebagai sebuah 'hambatan' bagi Partai Rakyat Kamboja di bawah kepemimpinan Perdana Menteri Hun Sen dalam pemilihan umum 2018.

Pada akhir 2017, Hun Sen melancarkan tindakan keras terhadap lawan-lawan politiknya. Hampir semua media yang mengkritiknya dibungkam atau setidaknya mengurangi liputan mereka. Sementara CNRP didesak oleh pengadilan tinggi untuk membubarkan partainya dan menarik keluar anggota yang tengah menjabat di parlemen. Banyak orang meyakini langkah pengadilan tersebut untuk memastikan partai Hun Sen menang dengan menyapu semua kursi.

Didakwa atas pasal makar

Menurut pengacara pembela dan aktivis hak asasi manusia, hampir semua aktivis oposisi telah didakwa dengan konspirasi melakukan makar dan hasutan untuk melakukan tindak pidana. Sehingga mereka divonis hukuman maksimal 12 tahun penjara.

Sam Sokong, salah satu pengacara pembela, mengatakan pada awal pekan ini bahwa dia khawatir kliennya tidak bisa mendapatkan persidangan yang adil karena ada begitu banyak aktivis yang diadili pada waktu yang bersamaan.

"Ini adalah pertama kalinya sejak saya mulai mewakili anggota kelompok oposisi, di mana hampir 130 orang diadili bersama,'' kata Sokong.

"Saya sangat meragukan persidangan ini dan apakah keadilan akan diterima oleh klien saya sesuai standar internasional,'' tambahnya.

Salah satu terdakwa paling terkenal yang tinggal di Kamboja adalah Theary Seng. Dia adalah pengacara keturunan Kamboja-Amerika yang telah lama menjadi salah satu kritikus paling vokal terhadap Hun Sen dan pemerintahannya.

"Saya merasa damai, karena saya tidak melakukan kesalahan. Ini bukan ruang sidang. Ini teater politik, sirkus politik," kata Seng kepada wartawan di luar ruang sidang. Dia menggambarkan persidangan tersebut sebagai wujud penipuan yang dibuat oleh rezim Hun Sen.

"Ini hanya cara untuk memblokir pandangan komunitas internasional tentang masalah serius pelanggaran hak asasi manusia dan penindasan politik,'' tambahnya.

Kebebasan berpendapat dibungkam

Am Sam Ath, yang bekerja dengan kelompok hak asasi manusia Kamboja Licadho, mengatakan bahwa menurut salinan panggilan pengadilan, banyak terdakwa dituduh terlibat mengatur perjalanan untuk membawa mantan pemimpin oposisi Sam Rainsy kembali dari pengasingan pada November tahun lalu.

Mantan pemimpin oposisi Sam Rainsy
Salah satu pendiri Partai Penyelamat Nasional Kamboja, Sam RainsyFoto: picture-alliance/AP Photo/V. Thian

Sam Rainsy, salah satu pendiri CNRP telah berada di pengasingan sejak 2016 untuk menghindari hukuman penjara karena pencemaran nama baik dan pelanggaran lainnya. Dia mengatakan kasus-kasus yang melibatkannya bermotif politik.

Hun Sen telah berkuasa selama 35 tahun dan kerap kali dituduh sebagai pemimpin rezim yang otoriter. Beberapa negara barat telah menjatuhkan sanksi kepada pemerintahannya, terutama setelah memutuskan bahwa pemilu 2018 tidak bebas dan tidak adil. Tindakan paling keras datang dari Uni Eropa, yang tahun ini mencabut beberapa hak istimewa perdagangan preferensial.

Pekan lalu, Kedutaan Besar AS di Kamboja melalui laman Facebook-nya mendesak pemerintah untuk sepenuhnya menghormati kebebasan rakyatnya sebagaimana yang disebutkan dalam konstitusi negara.

"Amerika Serikat mengikuti perkembangan banyaknya kasus yang menargetkan aktivis masyarakat sipil, jurnalis, dan pendukung partai oposisi politik utama Kamboja, Partai Penyelamat Nasional Kamboja,'' kata pernyataan itu. "Kebebasan berserikat dan berekspresi, dan toleransi terhadap pandangan yang berbeda pendapat, sangat penting dalam demokrasi sejati."

ha/pkp (AP)