1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya

Korban Jiwa Berjatuhan di Bangkok

14 Mei 2010

Ketegangan kembali meliputi kota Bangkok. Bentrokan antara aparat keamanan dan kelompok baju merah telah menelan korban jiwa. Sebagian menggambarkan situasi di Bangkok layaknya perang saudara

https://p.dw.com/p/NOZF
Seorang demonstran melakukan tindakan anarkiFoto: AP

Aparat keamanan Thailand menembaki para demonstran dengan peluru karet dan gas air mata, untuk membubarkan demonstrasi dan menutup akses menuju kawasan niaga Rajprasong yang masih diduduki oleh kelompok baju merah. Barikade yang terbakar, mobil yang hancur dan letusan senapan yang melecut di udara semakin menambah panas situasi. Sebelumnya stasiun kereta skytrain di Silom diserang dengan senjata pelontar granat M79.

Operasi militer di Bangkok merupakan upaya terakhir Perdana Menteri Abhisit Vejjajiva untuk menyudahi demonstrasi anti pemerintah yang telah berlangsung selama dua bulan dan membebani perekonomian Thailand. Pemerintah juga memberlakukan status darurat di 15 provinsi untuk menghentikan gerak simpatisan baju merah yang ingin ke ibukota.

Ratusan serdadu bersenjata lengkap berjaga-jaga di depan butik mewah dan hotel bintang lima yang terpaksa tutup. Pemerintah memastikan, aparat hanya menggunakan peluru karet. Namun seorang koresponden stasiun televisi Perancis France 24 mendapat tiga tembakan di punggungnya.

Pemerintah Thailand hadapi "Situasi berbahaya"

Menurut pihak rumah sakit, korban masih berada dalam kondisi kritis. Sedikitnya tujuh orang tewas dan 50 lainnya mengalami luka-luka, sejak militer memulai operasi melawan kelompok baju merah Jumat lalu. Sejumlah kantor berita asing malah melaporkan jumlah korban telah meningkat menjadi delapan orang tewas dan sekitar 120 orang luka-luka. Lebih dari 30.000 serdadu diturunkan untuk menertibkan Bangkok.

Sunai Pasuk, pegiat HAM yang bekerja untuk organisasi Human Rigths Watch di Thailand mengatakan, situasinya kini berubah drastis.„Ini adalah situasi yang sangat berbahaya. Pemerintah harus bertindak ekstra hati-hati. Penugasan angkatan bersenjata hanya bisa dilakukan untuk melindungi keamanan publik dan pertahanan. Tidak ada alasan lain yang dapat membenarkan itu. Saya sangat khawatir," tandasnya.

Namun Pakdee Tanapura, Jurubicara kelompok baju merah menandaskan, pihaknya siap bertempur jika militer memperluas aksi blokade dengan memotong pasokan listrik dan air bersih di kawasan yang diduduki demonstran.

Upaya pembunuhan cuatkan aroma dendam

Kamis lalu sebuah upaya pembunuhan terhadap tokoh oposisi mencuatkan aroma permusuhan dan dendam di Bangkok. Mayor Jendral Khattiya Sawasdipol yang juga dikenal dengan nama Seh Daeng, ditembak di kepala ketika sedang melakukan wawancara dengan seorang wartawan asing.

Hingga saat ini ia masih dirawat di rumah sakit dan berada dalam kondisi kritis. Insiden tersebut sekaligus mengagalkan upaya perdamaian antara pemerintah dan kelompok baju merah. Sawasdipol dicurigai bertanggungjawab atas serangan granat terhadap demonstran pro-pemerintah pada akhir April. Ia sendiri telah dirumahkan sejak tercium kabar kedekatannya dengan kelompok oposisi, Januari lalu.

Operasi militer terakhir merupakan langkah lanjutan sejak kegagalan peta jalan damai yang digagas oleh Perdana Menteri Abhisit Vejjajiva. Pegiat HAM Sunai Pasuk mengatakan, sejumlah tokoh pemimpin kelompok baju merah yang moderat telah meninggalkan area demonstrasi.

„Kelompok garis keras telah mengambil alih kekuasaan sehingga kita tidak mendengar alasan yang logis dalam pengambilan keputusan kelompok baju merah. Sebab itu reaksi balasan akan bersifat drastis," katanya.

Sementara itu bekas Perdana Menteri Takhsin Shinawatra yang mendukung kelompok baju merah dan kini hidup dalam pengasingan, menyerukan agar kedua pihak kembali ke meja perundingan untuk menghindarkan kembalinya aksi kekerasan dan anarki di Bangkok.

Tama Szabo/Rizki Nugraha

Editor: Christa Saloh-Foerster