1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
Pendidikan

Pentingnya Pergerakan Guru dalam Reformasi Pendidikan

Detik News
25 November 2019

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim sebut guru harus berinovasi dalam proses belajar mengajar demi tercapainya reformasi pendidikan. Ia berjanji akan membuat regulasi dan birokrasi yang mendukung para guru.

https://p.dw.com/p/3TeYa
Schülerin in Indonesien
Foto: picture-alliance/dpa/M. Irham

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim menjelaskan esensi dari pidatonya di Hari Guru Nasional. Dalam pidatonya, Nadiem mengatakan secara tersirat bahwa penting adanya pergerakan guru dalam reformasi pendidikan.

"Hari Guru Nasional ini suatu hari yang sangat bermakna karena nggak ada artinya apapun reformasi pendidikan tanpa pergerakan guru. Guru adalah mulainya dan akhirnya itu ada di guru. Itu yang sebenernya esensi daripada pidato hari ini gitu. Ada dua sih poin yang penting. Satu adalah mereka belajar dan yang kedua adalah guru penggerak," kata Nadiem di Kemdikbud, di Jalan Jenderal Sudirman, Jakarta Selatan, Senin (25/11/2019).

Nadiem mengatakan, setiap guru harus menjadi penggerak dalam dunia pendidikan. Selain itu, kata dia, guru juga harus belajar untuk berinovasi dalam mengajar.

"Melakukan berbagai macam inovasi dan nggak semua inovasi itu harus sukses, itu namanya kuncinya inovasi. Dan banyak dari inovasi yang kita coba, kita eksperimen mungkin nggak terlalu berhasil. Tapi kita terus mencoba agar kita mengetahui apa yang pas untuk sekolah kita, untuk lingkungan kita," tuturnya.

Lebih lanjut, dia memahami bahwa menghadirkan guru penggerak ini tidaklah mudah. Namun, Nadiem berharap ke depannya akan semakin banyak guru-guru yang menjadi penggerak di setiap sekolah. Paling tidak, kata dia, setiap sekolah ada satu guru yang mau berinovasi dan melakukan perubahan.

"Saya rasa di setiap sekolah ada paling tidak satu, harapannya ya minimal ya jumlah sekolah ya, minimal 250-300 ribuan ya yang bisa kita dapatkan dalam 5 tahun ke depan," ujar Nadiem.

Nadiem juga berjanji akan mendukung perubahan yang didorongnya kepada para guru. Salah satunya, kata dia, dengan membuat regulasi dan kebijakan sebagai payung hukum untuk berinovasi maupun bergerak memajukan pendidikan Indonesia.

"Tapi ini nggak akan sesuatu yang cepat, nggak akan sesuatu yang langsung dapat gitu. Karena pertama harus, mereka harus menyadari dulu apa sih perannya dan kita membantu mereka. Kedua dari sisi regulasi dan birokrasi juga kita harus bantu guru, banyak itu benar, PR kita banyak. Apa saja aturan-aturan regulasi dan kebijakan yang mungkin tidak memberikan mereka ruang inovasi dan ruang gerak," pungkasnya.

Baca jugaPotret Pendidikan Indonesia di Tengah Perkembangan Teknologi 

'Pengakuan dosa' pidato Nadiem

Pidato Nadiem sepanjang dua halaman itu lantas mendapat komentar dari Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI). Di mata FSGI, pidato Nadiem itu seolah seperti 'pengakuan dosa' terhadap guru yang selama ini banyak dibebani.

"Kalau seandainya bisa disampaikan dalam tanda kutip ya bahwa Pak Menteri mengakui adanya semacam 'pengakuan dosa' terhadap guru. Karena membebani yang banyak sekali beban itu, dilakukan secara administratif, tugas, dan sebagainya untuk guru yang seharusnya tugas itu untuk memajukan pendidikan tetapi tugas itu kelihatannya atau justru membebani dan menghambat. Jadi pidato yang halaman pertama itu ada pengakuan seperti itu," kata Sekjen FSGI Heru Purnomo saat dihubungi, Minggu (24/11/2019).

FSGI juga menyoroti perubahan yang diminta Nadiem. Menurut FSGI, perubahan itu tidak bisa dilakukan dengan sekadar berdasarkan instruksi semata. Dia mengatakan harus ada suatu regulasi yang mendukung langkah perubahan itu.

"Kalau nggak ada regulasi untuk perbaikan seperti itu, perubahan ini harus dari bawah. Apakah semua guru menangkap pidato pak menteri ini? Kan belum tentu. Semua kepsek apa menangkap, apakah semua pengawas, birokrasi pendidikan menangkap yang ada? Kan mereka patuh terhadap aturan, kalau aturan tidak berubah bagaimana mereka mematuhi itu," tuturnya.

Sementara di mata Ikatan Guru Indonesia (IGI), dalam pidatonya, Nadiem dinilai ingin agar guru-guru tak lagi terbebani pekerjaan administratif. Selain itu, lewat pidatonya, Nadiem juga dinilai ingin menempatkan guru pada posisi terhormat.

"Kami juga menangkap keinginan Nadiem Makarim untuk menempatkan guru pada posisi terhormat," kata Ketum Pengurus Pusat IGI Muhammad Ramli Rahim kepada wartawan, Minggu (24/11/2019).

Karena itu, IGI pun mendorong sejumlah hal untuk mewujudkan keinginan-keinginan tersebut. Pertama, mendorong adanya inovasi di dunia pendidikan untuk mewujudkan keinginan tersebut. Kedua, mendorong Nadiem untuk mensejahterakan guru-guru di Indonesia.

"Nadiem Makarim harus mampu membebaskan guru dari keterhinaan dengan pendapatan yang bahkan jauh lebih rendah dari buruh bangunan. Dengan cara seperti itu, Nadiem Makarim menempatkan guru pada tempat yang mulia sehingga guru betul-betul dapat berkonsentrasi pada proses pembelajaran untuk menyiapkan anak-anak bangsa di masa yang akan datang," kata Ketum Pengurus Pusat IGI Muhammad Ramli Rahim kepada wartawan, Minggu (24/11/2019).

"Prinsip guru tanpa tanda jasa sudah harus diubah mengingat kebutuhan untuk kehidupan sehari-hari semakin berat dan karena itu guru-guru Indonesia harus ditempatkan pada posisi yang mulia dengan diberikan pendapatan yang layak," sambung dia.

Baca jugaStudi: 57 Persen Guru di Indonesia Intoleran

Kemerdekaan belajar

Komisioner KPAI bidang pendidikan, Retno Listyarti, mengapresiasi konsep kemerdekaan belajar yang ada dalam naskah pidato Mendikbud Nadiem Makarim. Namun Retno mengatakan perjuangan untuk mewujudkan konsep tersebut tidak mudah.

"KPAI mengapresiasi pidato Mendikbud Nadiem dalam rangka memperingati Hari Guru Nasional tahun 2019 yang ditulis dengan gaya bahasa milenial dan tidak bertele-tele. Isi pidato memberikan harapan perubahan, karena Menteri Nadiem berjanji akan berjuang untuk kemerdekaan belajar di Indonesia. Perjuangan yang sudah pasti tidak mudah," kata Retno dalam keterangannya, Minggu (24/11/2019) malam.

Retno mengatakan kemerdekaan belajar harus tercipta di kelas-kelas di seluruh Indonesia. Menurutnya kemerdekaan belajar harus dimulai dengan membangun budaya demokrasi di sekolah, saling menghargai perbedaan dan menghormati hak asasi manusia (HAM) setiap orang, siapapun dia, guru maupun murid, dan seluruh warga sekolah.

Retno yang juga pernah menjadi kepala sekolah ini mengatakan bahwa menghargai HAM artinya tidak mentoleransi kekerasan atas nama mendidik dan mendisiplinkan peserta didik. Menurutnya anak-anak harus terlindungi selama di sekolah.

"Apa yang dikemukakan Mendikbud sebenarnya bukan barang baru, karena berpuluh tahun yang lalu, Ki Hajar Dewantara juga mendeskripsikan sekolah sebagai taman. Taman diartikan sebagai tempat yang menyenangkan karena luas, banyak bunga, bisa bermain, berlarian, bergurau dan belajar, sehingga pergi ke sekolah itu adalah hal yang dinanti setiap anak karena membahagiakan dan memerdekakan," ungkapnya.

Selain itu, Retno mengatakan kemerdekaan belajar juga harus diawali dengan memberikan kemerdekaan bagi guru untuk mengajar agar tidak terbelenggu kurikulum dan administrasi. Dia mengungkapkan selama 25 tahun terakhir, berdasarkan penelitian, tak ada perubahan cara mengajar para guru di kelas.

Oleh karena itu diperlukan pelatihan soal metode dan cara pikir guru untuk memerdekakan pembelajarannya. Dia juga mengatakan Nadiem juga semestinya mengeluarkan Permendikbud untuk menghapus beban administrasi guru.

"Kalau guru berkualitas, maka siswanya pasti berkualitas. Jika guru dan siswanya berkualitas, pasti sekolahnya berkualitas. Kalau sekolah-sekolah berkualitas di suatu daerah, maka pendidikan di daerah tersebut pastilah berkualitas. Jadi intinya perubahan pendidikan harus dimulai dari guru," ucap dia.

Baca jugaJokowi Hapus Kewajiban Sekolah 8 Jam

Terakhir, Retno meminta Nadiem memperluas akses pendidikan karena lama belajar di Indonesia hanya 8,5 tahun atau tidak lulus SMP. Berdasarkan data Kemendikbud tahun ajaran 2017/2018, jumlah sekolah tingkat SD merupakan yang paling banyak, yakni mencapai 148.244 sekolah. Kemudian untuk jenjang SMP terdapat 38.960. Adapun untuk tingkat SLTA sebanyak 27.205 sekolah, terdiri atas SMA 13.495 dan SMK 13.710.

"Angka-angka tersebut menjadi bukti bahwa jumlah sekolah di jenjang yang lebih tinggi sangat minim, sehingga wajar jika lamanya seorang anak belajar di sekolah kurang dari 9 tahun, bahkan tidak sampai lulus SMP," ujar dia.

Retno juga menyampaikan ucapan selamat Hari Guru Nasional bagi seluruh pendidik di Indonesia yang sudah mendedikasikan ilmunya bagi seluruh anak didiknya.

"Selamat bekerja mewujudkan kemerdekaan belajar untuk Menteri Nadiem. Selamat merayakan Hari Guru," tuturnya. (Ed: rap/pkp)

 

Baca selengkapnya di: Detik News

Mendikbud Nadiem: Reformasi Pendidikan Tak Ada Artinya Tanpa Pergerakan Guru

Pidato 2 Halaman Menteri Nadiem di Mata Guru

KPAI Minta Mendikbud Nadiem Perhatikan Guru-Perluas Akses Pendidikan