1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
KonflikAmerika Serikat

Israel Bujuk AS Batalkan Perjanjian Nuklir dengan Iran

28 Agustus 2021

PM Israel, Naftali Bennett, berniat melobi Presiden Joe Biden untuk secara permanen membatalkan Perjanjian Nuklir 2015 dengan Iran. “Sekarang sudah waktunya,” kata dia saat melawat ke Washington.

https://p.dw.com/p/3zYrf
PM Israel, Naftali Bennett (ki.) dan Presiden AS, Joe Biden (ka.)
PM Israel, Naftali Bennett dan Presiden AS, Joe Biden

Kedua kepala negara dijadwalkan bertemu pada Jumat (27/8) di Gedung Putih, Washington DC. Di sana, Perdana Menteri Naftali Bennett berjanji akan berusaha membujuk Joe Biden agar urung kembali ke Perjanjian Nuklir 2015.

Pertemuan itu sempat ditunda pada Kamis (26/8) menyusul serangan teror di Kabul. Sepanjang hari, Bennett dikabarkan melakukan pertemuan dengan Menteri Luar Negeri Antony Blinken dan Menteri Pertahanan Lloyd Austin untuk membahas Iran.

Kepada Blinken, Bennett mengaku membahas "bagaimana kita bisa mencegah dan meredam upaya Iran untuk mendominasi kawasan dan ambisi mereka memproduksi senjata nuklir,” kata dia.

Sebelum melawat, Bennett sudah lebih dulu mengabarkan anggota Kabinet, akan memberitahu Biden "bahwa sekarang adalah saatnya untuk menghentikan Iran, untuk menghentikan hal ini,” dan tidak lagi menghidupkan "perjanjian nuklir yang telah usang dan tidak lagi relevan, bahkan bagi mereka yang dulu berpikir hal itu relevan,” kata dia seperti dilansir Associated Press.

Biden sejak awal sudah mengungkapkan minat untuk mencari cara menyelamatkan kesepakatan bersejarah yang dimediasi oleh pendahulunya, Barack Obama, itu. Tapi saat ini perundingan tidak langsung yang dilakukan Washington dan Teheran sedang ditangguhkan hingga setidaknya September.

Konflik nuklir Iran kembali menyalak ketika bekas Presiden Donald Trump mencabut komitmen AS dan mengaktifkan kembali sederet sanksi ekonomi terhadap Teheran. Trump menyaratkan perbaikan butir kesepakatan untuk menghentikan aliran bantuan perang dari Iran yang dinilai mengobarkan konflik di Timur Tengah.

Pembatasan program nuklir Iran sesuai Perjanjian Nuklir 2015
Pembatasan program nuklir Iran sesuai Perjanjian Nuklir 2015

Senjata nuklir dalam hitungan bulan

Presiden Biden mengindikasikan ingin meminta syarat serupa kepada Teheran untuk menghidupkan kembali Perjanjian Nuklir. Tapi bagi Iran, langkah AS menggugurkan semua batasan dan pengawasan yang selama ini diwajibkan bagi program nuklirnya. 

Iran saat ini giat mempercepat program nuklirnya, klaim Badan Nuklir PBB, IAEA, awal Agustus silam.

Menurut laporan tersebut, pembangkit nuklir di Natanz mampu memperkaya sejumput kecil uranium dengan tingkat kemurnian 63%, tidak jauh dari batas mutu untuk senjata nuklir yang di atas 90% Menurut Perjanjian Nuklir, batas kemurnian uranium yang boleh diproduksi Iran hanya sebesar 3,67%.

Iran dikabarkan juga mampu mengembangkan riam nuklir dengan pemusing yang lebih canggih dibandingkan standar perlengkapan menurut kesepakatan nuklir. Teheran sejauh ini bersikeras program nuklirnya untuk keperluan damai.

Kepada AP seorang pejabat pemerintah mengakui pihaknya menyadari adanya potensi "terobosan” dalam memangkas waktu yang dibutuhkan untuk memproduksi bahan baku cukup untuk satu senjata nuklir, dari hitungan tahun menjadi bulan atau lebih cepat.

PM Israel Naftali Bennett sebabnya tidak gamang ketika menerangkan niatnya di AS. "Kami di sini bukan untuk berkomentar, tetapi untuk membujuk,” kata dia.

rzn/vlz (ap, rtr)