1. Buka konten
  2. Buka menu utama
  3. Buka situs DW lainnya
PolitikInggris

PM Inggris Terancam Dilengserkan Partai Sendiri

19 Januari 2022

Boris Johnson menghadapi pemberontakan di Partai Konservatif menyusul skandal serangkaian pesta lockdown di istana negara. Jumlah anggota legislatif yang membelot diyakini cukup untuk memaksakan pergantian kekuasaan.

https://p.dw.com/p/45m2i
Perdana Menteri Inggris, Boris Johnson
Perdana Menteri Inggris, Boris JohnsonFoto: Henry Nicholls/REUTERS

Sebanyak 20 anggota legislatif dari Partai Konservatif dikabarkan melayangkan mosi tidak percaya terhadap Perdana Menteri Boris Johnson. Untuk memenuhi syarat kontestasi kepemimpinan di dalam tubuh partai, dibutuhkan dukungan 54 dari 360 suara anggota faksi konservatif di parlemen.

Johnson sudah berulangkali meminta maaf dan menegaskan dirinya tidak mengetahui tentang adanya serangkaian pesta yang digelar di tengah lockdown di Downing Street. Di hadapan parlemen, dia mengaku pesta yang dihadirinya pada 20 Mei 2020 awalnya dia duga sebagai sebuah acara kerja.

Namun bekas penasehat Johnson, Dominic Cummings, membantah kesaksian tersebut dan menuduh sang perdana menteri "telah berbohong.” Dia mengklaim Johnson sendiri yang mengimbau kepada tamu undangan "agar masing-masing membawa minuman beralkohol,” kata dia, Senin (17/1) silam.

Krisis Identitas Brexit Dari Sudut Bidikan Lensa

Kisruh ini mendorong belasan anggota legislatif Partai Konservatif untuk bertemu pada Selasa, (18/1), untuk membahas masa depan kepemimpinan di Downing Street. Pertemuan yang diselenggarakan di Melton Mowbray itu dijuluki sebagai "kudeta pai babi,” merujuk pada makanan khas setempat, lapor The Guardian.

Pai babi juga merupakan istilah slang yang dipakai di London sebagai kata ganti kebohongan.

"Sejumlah anggota legislatif dari Pemilu 2019 mengajukan mosi tidak percaya dalam usaha memenuhi kuorum sebesar 54 suara untuk menggelar Kontes Kepemimpinan,” tulis editor politik BBC, Laura Kuenssberg, di Twitter. "Mereka mungkin akan menyentuh angka 54.”

Seorang analis politik di harian The Times mencatat setidaknya 58 anggota legislatif dari Partai Konservatif yang pernah mengkritik Boris Johnson secara terbuka ihwal pesta lockdown.

Boris Johnson di kursi pesakitan

Karir Boris Johnson melesat sejak referendum Brexit. Dia dipilih sebagai perdana menteri dalam pemilu 2019 silam, dengan meraih mayoritas terbesar bagi Partai Konservatif dalam 30 tahun terakhir. 

Kejatuhannya bisa melumpuhkan Inggris di tengah krisis internasional seperti ancaman invasi Ukraina, pandemi corona atau inflasi ekonomi yang mencapai level tertinggi sejak 30 tahun terakhir.

Saat ini kursi perdana menteri digosipkan bakal diperebutkan oleh dua petinggi Partai Konservatif, Menteri Keuangan Rishi Sunak, 41, dan Menteri Luar Negeri Liz Truss, 46.

Johnson dijadwalkan akan berpidato di hadapan parlemen pada Rabu (19/1) untuk membahas penanggulangan pandemi Covid-19. Pada Selasa (18/1), dia membantah tuduhan berbohong oleh Dominic Cummings dan menegaskan akan menunggu hasil pemeriksaan internal partai.

Skandal pesta lockdown juga memaksa juru bicara Johnson mengundurkan diri, setelah videonya menertawakan ketidaktahuan publik terkait pesta tersebut bocor ke media. Bekas penasehatnya, Dominic Cummings, sendiri juga dipaksa mundur pada 2020 lalu, karena kedapatan melanggar pembatasan lockdown dan kemudian berbohong.

Partai Buruh di barisan oposisi menuntut Johnson untuk segera pamit dari jabatannya. Perilakunya merestui dan menghadiri pesta lockdown di istana negara dianggap melukai perasaan warga, yang pada saat itu bahkan dilarang melayat anggota keluarga yang meninggal dunia.

rzn/hp (rtr,afp)